Hidup mengajarkan kita untuk berfikir bahwa kita terlahir di dunia bukan tanpa makna. Allah SWT menciptakan manusia sebagai hambanya untuk beribadah kepadaNya dengan bentuk peribadatan yang benar. Bukan berupa penyembahan-penyembahan yang terlarang di hadapan Allah atau berbagai bentuk penyembahan lainnya yang dipandang mampu mendekatkan diri kepada Allah tetapi justru menyesatkan manusia tersebut dari jalan Allah. Untuk itu manusia diberikan pedoman hidup berupa kitab Allah yang disampaikan melalui nabi dan rasulNya. Pentingnya keberadaan nabi dan Rasul adalah sebagai hamba pilihan Allah yang akan membimbing ummat kepada jalan yang benar yang diridhai oleh Allah.
Di antara kaum muslimin, masih terdapat perbedaan tentang definisi nabi dan rasul. Memang perbedaan definisi tersebut tidak sampai menghantarkan kepada kesesatan berfikir tentang keimanan kepada nabi dan rasul. Akan tetapi pemahaman akan pengertian nabi dan rasul menjadi penting ketika seorang muslim hendak memahami esensi keberadaan nabi dan rasul di bumi Allah ini. Nabi dan rasul tidak lain adalah manusia sebagaimana manusia pada umumnya, namun mereka adalah hamba yang telah dipilih Allah untuk menyampaikan risalah Allah kepada ummat manusia. Semua nabi dan rasul yang diutus oleh Allah mengajarkan ummat untuk menyembah Allah.
Secara lafadz nabi dan rasul memang berbeda, akan tetapi bersatu dalam hubungannya dengan syara’. Perbedaannya adalah, bahwa “rasul” merupakan orang yang diwahyukan kepadanya syariat dan diperintahkan untuk menyampaikannya. Sedangkan “nabi” adalah orang yang diwahyukan kepadanya syariat yang telah dibawa oleh sebagian rasul dan diperintahkan untuk menyampaikannya. Jadi, rasul adalah orang yang diperintahkan untuk menyampaikan syariatnya sendiri, Sedangkan nabi adalah orang yang diperintahkan untuk menyampaikan syariat (yang telah ada dan diwahyukan kepada rasul sebelumnya).
Rasul adalah orang yang diutus Allah dengan syariat yang baru untuk mengajak manusia kepadanya. Dan nabi adalah orang yang diutus oleh Allah untuk menyampaikan syariat sebelumnya. Maka Sayyidina Musa AS adalah seorang nabi karena diberikan kepadanya wahyu berupa syariat, dan beliau juga seorang rasul karena syariat yang diwahyukan kepadanya adalah risalah baginya. Sayyidina Harun AS adalah seorang nabi, karena beliau diberi wahyu berupa syariat. Namun beliau bukanlah rasul karena yang diwahyukan kepadanya untuk disampaikan kepada orang lain bukanlah risalah baginya melainkan risalahnya Musa AS. Sayyidina Muhammad SAW adalah nabi, karena beliau adalah diberi wahyu berupa syariat. Beliau juga seorang rasul, karena syariat yang diwahyukan kepadanya merupakan risalah baginya.
Sebagaimana kita ketahui, iman kepada para nabi dan rasul merupakan salah satu rukun iman yang harus diyakini oleh setiap muslim. Rasulullah SAW adalah salah seorang di antara para nabi dan rasul. Allah SWT berfirman, yang artinya: “Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (al-Qur’an) yang telah Kami turunkan, Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. At taghaabun : 8). Diutusnya Muhammad SAW. sebagai hamba yang mulia ini merupakan karunia Allah yang amat besar bagi kaum muslimin. Beliau adalah nabi sekaligus rasul yang terakhir yang diutus untuk seluruh umat manusia di dunia. Risalah yang dibawa beliau tidak hanya diperuntukkan kepada wilayah, ras, suku atau bangsa tertentu saja akan tetapi untuk seluruh manusia di bumi tanpa tersekat oleh wilayah, bangsa atau warna. Firman Allah SWT: “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.”(QS. Saba`: 28). Melalui perantaraan Rasulullah SAW inilah Al Quran diturunkan sebagai petunjuk dan pedoman dalam hidup sehingga manusia mampu membedakan antara yang hak dan yang batil serta menjadi jalan untuk meraih kesuksesan hakiki di sisi Allah.
Dalam mengemban risalah yang diamanahkan Allah SWT untuk disampaikan kepada manusia secara keseluruhan, kehidupan yang ditempuh Rasulullah SAW adalah kehidupan yang penuh perjuangan menghadapi berbagai pemikiran kufur dalam kehidupan. Dua puluh tiga tahun lamanya beliau bersungguh-sungguh, tanpa mengenal lelah, berdakwah terus-menerus tanpa sekejap pun berhenti, mengajak manusia kepada Islam. Rasulullah sebagai hamba Allah yang mulia, beliau juga tidak luput dari ujian, cobaan yang terus menghadang selama perjalanan dakwahnya menyerukan kebenaran dari Allah. Firman Allah SWT: ”Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At Taubah: 128)
Sebagaimana dikisahkan dalam shirah perjalanan hidup beliau, kehidupan beliau adalah kehidupan dakwah. Beliau begitu sukses dalam mengembangkan dakwah ini, membina masyarakat, hingga mampu mendirikan daulah (negara). Beliau pun berhasil menghimpun ummat yang terpecah belah, berqabilah-qabilah menjadi ummat yang satu di bawah panji-panji Islam. Sukses yang beliau raih bukan melalui perubahan sosial terlebih dahulu atau perubahan moral, walaupun hal tersebut sangat diperlukan, juga tidak melalui slogan-slogan sukuisme, qoumiyah, ashobiyah (fanatisme golongan) dan lain-lain. Akan tetapi beliau memulainya dengan konsep aqidah “Laa ilaaha ilallah”. Aqidah inilah yang merubah pemikiran, pemahaman, perasaan dan pandangan serta perilaku hidup masyarakatnya sehingga terwujud generasi sahabat yang mampu meneruskan risalah dakwah ini tersebar luas keseluruh pelosok dunia.
Perjuangan yang telah ditempuh oleh Rasulullah dalam membawa cahaya Islam sebagai rahmatan lil alamin seharusnya mampu menyadarkan kita sebagai kaum muslimin untuk terus melanjutkan risalah dakwah beliau dalam setiap sendi kehidupan disamping menambah kecintaan kita kepada beliau. Kita lihat betapa besarnya pengorbanan yang beliau berikan demi tegaknya Islam dimuka bumi ini. Hal ini tidak lepas dari kecintaan beliau kepada umatnya yang mana beliau menginginkan umat manusia mengambil kebenaran yang datang dari sisi Allah dan mengamalkannya sebagaimana yang dikehendakiNya.
Abu Dzar Ra. meriwayatkan dari Nabi SAW, bahwa beliau mendirikan shalat malam, sambil menangis dengan membaca satu ayat yang diulang-ulangi, yaitu, Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau juga. (Q.S. Al Maidah : 118). Dan diriwayatkan saat hari kiamat tiba, beliaulah orang yang pertama kali dibangkitkan. Yang diucapkannya pertama kali adalah, “Mana umatku? Mana umatku? Mana umatku?” Beliau ingin masuk surga bersama-sama umatnya. Beliau kucurkan syafaat kepada umatnya sebagai tanda kecintaan beliau terhadap mereka. Beliau juga sering berdoa, Allahumma salimna ummati. Ya Allah selamatkan umatku. Bahkan hingga akhir hayatnya, kata-kata yang senantiasa terucap dari beliau adalah “ummati., ummati (ummatku, ummatku)”. Subhanallah… sungguh kecintaan yang luar biasa, kecintaan Rasulullah kepada umatnya. Lantas bagaimana kecintaan kita kepada beliau? Bagaimana seharusnya kita mencintai beliau sebagaimana beliau mencintai kita sebagai umatnya?
Merupakan hak Nabi SAW atas ummatnya adalah mencintainya, karena iman tidak ada artinya jika tidak diiringi dengan kecintaan kepada beliau. Beliau SAW bersabda, yang artinya: “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sehingga aku lebih dia cintai daripada bapaknya, anaknya dan seluruh manusia.” (HR. al-Bukhari). Allah SWT berfirman: “Katakanlah: “jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (Q.S. At Taubah : 24)
Sesungguhnya berhukum dengan ajaran Nabi SAW adalah salah satu prinsip mahabbah (cinta) dan ittiba’ (mengikuti Nabi SAW). Ketika kita tunduk dan taat kepada apa yang dibawa oleh Rasulullah, hal ini merupakan bukti ketaatan kita kepada Allah SWT. Dalam hadits Jabir bin Abdillah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, disebutkan, “Siapa yang menaati Muhammad SAW maka sesungguhnya dia telah menaati Allah, dan siapa yang mendurhakai Muhammad SAW maka sesungguhnya dia telah mendurhakai Allah.” Juga sabda Rasulullah SAW sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah riwayat Bukhari-Muslim, “Dan jika saya melarang kalian dari sesuatu maka jauhilah, dan jika saya memerintah kalian kepada sesuatu maka datangkanlah (lakukanlah) sesuai kemampuan kalian.”
Disamping itu Allah SWT menegaskan bahwa mengikuti sunnah Rasulullah adalah sebagai bukti cinta kita kepada kepada Allah SWT. Sebagaimana jika sesorang mencintai sesuatu membutuhkan bukti, maka cinta kita kepada Allah pun membutuhkan bukti yang jelas. Oleh karena itu, Allah akan menerima cinta hamba-Nya ketika cinta tersebut telah dibuktikan dengan jelas dalam bentuk ittiba’ kepada Rasulullah. Allah SWT berfirman: Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai maka ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.”Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Ali Imran : 31)
Dari ayat di atas telah dijelaskan bahwa Allah akan membalas cinta hamba-Nya dengan cinta-Nya jika seorang hamba telah mengikuti sunnah Rasul-Nya. Bahkan ketika kita sebagai umat Islam mengikuti Rasulullah, maka diwajibkan bagi kita agar mengikutinya dengan senang hati dan tidak ada perasaan berat sedikit pun bagi kita. Diwajibkan bagi kita dengan sepenuh hati menerima dalam setiap keputusan beliau. Inilah bukti bahwa seseorang dikatakan benar-benar beriman. Allah berfirman: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya )tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (Q.S. An Nisaa:65) Dalam firman-Nya yang lain juga disebutkan: “Tidaklah layak bagi seorang yang beriman, lelaki dan perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu perkara terny
ata masih ada bagi mereka pilihan yang lain dalam urusan mereka. Barang siapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah sesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (Q.S. Al Ahzab: 36)
Jelaslah di sini bahwa mengikuti beliau dalam bentuk ketundukan kita terhadap perintah dan larangan beliau sangat erat sekali hubungannya dengan keimanan kita. Tidak dikatakan beriman kepada Allah jika kita tidak benar-benar rela terhadap apa yang telah diputuskan oleh Rasulullah SAW.
Allah SWT telah mengutus Rasulullah SAW sebagai manusia pilihan yang terbaik sepajang zaman sekaligus sebagai suri tauladan bagi umatnya yang hidup dari generasi ke generasi hingga generasi kita saat ini. Sebagaimana firman Allah: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Q.S Al Ahzab:40) Allah SWT telah mewajibkan bagi umat Islam untuk menjadikan Rasulullah sebagai contoh yang terbaik dalam menjalani kehidupan ini. Karena sesungguhnya Beliaulah orang yang paling baik dalam segala hal dan dalam seluruh aspek kehidupannya, baik dalam akhlaknya, ibadah, bermasyarakat, dan bernegara. Beliaulah yang dipilih oleh Allah untuk dijadikan standart kehidupan bagi umat manusia jika manusia tersebut menghendaki kebaikan di dunia dan juga akhirat.
Menjadikan Rasulullah sebagai suri tauladan dalam kehidupan ini mengharuskan kita untuk mengikuti sunnah beliau dalam realita kehidupan ini baik sebagai individu atau pun sebagai suatu kaum/masyarakat. Mengikuti sunnah beliau sebagai individu berarti bahwa kita mengikuti syariat Islam yang telah beliau lakukan sebagaimana tata cara ibadah beliau, adab dan akhlak berpakaian, tanpa mencampur adukkan dengan yang hak dan yang batil Sedangkan mengikuti sunnah beliau sebagai masyarakat, maka kita mengikuti kehidupan beliau dan para sahabat sebagai umat terbaik yang telah dikeluarkan oleh Allah kepada manusia. Allah berfirman: Kamu umat yang terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, yang memerintah kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan kamu tetap beriman kepadad Allah SWT (Q.S. Ali Imran: 110)
Khatimah
Setiap muslim dan muslimah memiliki kewajiban untuk meneladani Rasulullah SAW dalam berbagai aspek kehidupan, karena perkara tersebut merupakan satu-satunya jalan untuk mencapai kemulian di sisi Allah. Menjadikan Rasulullah sebagai teladan artinya mengikuti sunnah beliau dalam seluruh aspek kehidupan kita. Kita mengikuti perkataan beliau, mengikuti perbuatan beliau, dan diamnya, baik berupa larangan atau pun perintah beliau. Karena sesungguhnya mengikuti perintah dan larangan Rasulullah merupakan perintah Allah SWT pula yang telah diwajibkan bagi kita sebagaimana dalam firman-Nya: Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.(Q.S. Al Hasyr : 7). Wallahu’alam bishshowab.
2 comments:
Ketika Rasulullah Saw. menantang berbagai keyakinan bathil dan pemikiran rusak kaum musyrikin Mekkah dengan Islam, Beliau dan para Sahabat ra. menghadapi kesukaran dari tangan-tangan kuffar. Tapi Beliau menjalani berbagai kesulitan itu dengan keteguhan dan meneruskan pekerjaannya.
Subhanallah...
Jalan dakwah tidak selalu mudah... namun itulah jalan yang insya'Allah dapat menghantarkan pada keridha'an Allah...
Semoga dapat meneladani keteguhan Rasulullah dan Sahabat ra. dalam menghadapi berbagai rintangan dan hambatan dalam menyampaikan kebenaran dari sisi Allah.
Post a Comment