Apr 25, 2011

Pelajaran dari Perjuangan Hidup Ibrahim (As)

Perjalanan hidup nabi Ibrahim as. mewariskan berbagai kisah keteladanan hidup seorang hamba Allah swt. dalam membuktikan ketaatan dan kecintaannya kepada Allah swt. Masih lekat dipikiran kita sebagai kaum muslimin tentang sosok manusia agung yang dipilih Allah swt. sebagai salah satu nabi-Nya untuk menyerukan kalimat tauhid, penyembahan kepada Allah swt. secara totalitas. Terutama ketika Dzulhijah tiba, banyak hal yang berkaitan erat dengan sisi kehidupan Ibrahim as. Beberapa hal yang tampak signifikan dari keterkaitan apa yang telah dilakukan Ibrahim dengan keluarganya dengan apa yang dilakukan oleh umat Islam saat ini adalah syariat untuk berkurban dan melaksanakan ibadah haji bagi yang mampu.
Jika kita menilik kembali pada rangkaian momentum dalam kehidupan Ibrahim as. akan kita dapati begitu banyak hikmah yang bisa diambil dan diteladani oleh umat Islam saat ini dari beliau. Mulai dari keteladanan dalam menemukan keimanan yang hakiki, kegigihannya dalam menyerukan kalimat tauhid dan mencegah kemunkaran, keteguhan dan kesabarannya dalam menghadapi berbagai ujian keimanan selama hidupnya, bukti cintanya kepada Allah swt. yang melebihi segala-galanya dan kerelaanya berkorban di jalan Allah swt., serta berbagai ibrah yang lain yang menunjukkan kesungguhannya dalam menjalankan apa yang telah diperintahkan oleh Allah swt. dan meninggalkan apa yang dilarangNya.
Kisah hidup Ibrahim as. bukanlah kisah dongengan yang sengaja diabadikan dalam sejarah untuk dikenang manusia, namun hal itu merupakan kisah nyata seorang nabi Allah swt. yang patut dikaji kembali oleh generasi saat ini untuk kemudian dijadikan teladan dalam upaya peningkatan keimanan kepada Allah swt. . Allah swt. berfirman,“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan)” (QS. An Nahl: 120). Demikianlah, Ibrahim as. dimuliakan oleh Allah karena iman dan takwanya hingga akan kita dapati berbagai ayat dalam Al Qur’an yang mengisahkan tentang ketaatan Ibrahim as. kepada Allah swt. . Tak hanya sosok beliau sebagai imam yang dapat dijadikan teladan dalam ketaatan kepada Allah, Ibrahim as. juga disebut sebagai bapak para nabi karena dari keturunnnaya lahirlah beberapa generasi yang oleh Allah swt. mereka diangkat sebagai nabi, termasuk didalamnya nabi Muhammad saw.

Kehidupan yang ditempuh nabi Ibrahim as. hingga beliau mencapai kemuliaan di sisi Allah swt. berupa perjalanan panjang yang harus dilaluinya dengan penuh perjuangan dan keteguhan iman. Iman yang lahir dalam dirinya tidaklah ia peroleh dengan serta merta dari keluarganya atau masyarakat sekitarnya. Ia hidup dimasa banyak manusia yang mengagungkan kekufuran dengan menyembah selain Allah dan mengagungkan kebudayaan buatan mereka sendiri. Bahkan ayahnya bukan hanya seorang pemuja berhala tetapi juga pembuat dan penerima pesanan berhala. Dapat kita bayangkan bagaimana ketika seseorang hidup ditengah kondisi seperti itu. Mungkin ketika kita membandingkan dengan kondisi yang tampak saat ini, akan terbersit dalam pikiran kita bahwa seseorang akan terpengaruh dengan kondisi keluarga atau masyarakat dimana dia hidup. Bagaimana dengan Ibrahim? Akan larutkah ia dengan mengikuti apa yang yang dilakukan oleh orang tuanya dan kebanyakan manusia yang hidup dimasanya? Ibrahim as. telah membuktikan bahwa dia tidak terpengaruh oleh pengagungan kepada selain Allah tersebut. Dengan proses pencarian keimannya sebagaimana yang dinyatakan dalam Al Qur’an, beliau mampu menemukan Tuhannya yang layak di sembah, yaitu Allah swt.  

“Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Aazar: "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata". Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin.  Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku" Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat".   Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar", maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan” (QS. Al an’aam:74-79). 

Ini adalah pelajaran berharga bagaimana seseorang menemukan keimanannya. Sesungguhnya setiap manusia telah dikarunia naluri-naluri yang salah satunya adalah naluri beragama (gharizah tadayyun). Perwujudan dari naluri ini diantaranya adanya  kebutuhan akan dzat yang agung yang patut untuk disembah. Sebagaimana halnya Ibrahim as. gejolak yang muncul akan kebutuhannya pada sang khalik mendorongnya untuk mencari Tuhannya yang hakiki. Dengan akal yang diberikan Allah dan petunjuk dariNya, Ibrahim as. akhirnya dapat menemukan siapa Tuhan yang layak disembah dan membangun iman yang sejati. Dengan keimanan Ibrahim as. kepada Allah yang mana hal ini berbeda dari keluarga dan masyarakat kebanyakan pada saat itu, beliau mendapatkan tantangan dari pihak keluarga maupun masyarakat.  Namun Ibrahim as. tidak gentar menghadapinya, ia justru semakin teguh dengan keimanannya dan berusaha mendakwahkan apa yang diyakininya, tentang ke-Esa-an Allah dan keharusan tunduk kepada aturan-aturanNya.

Dikisahkan dalam Al Qur’an bagaimana kegigihan Ibrahim as. dalam mempertahankan keimanannya dan usahanya menyeru bapaknya untuk turut menyembah Allah.

“Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Qur'an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi. Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya:"Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan". Berkata bapaknya: "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama". Berkata Ibrahim: "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri dari padamu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku".” 
(QS. Maryam: 41-48)

Tak henti-hentinya Ibrahim as. mengajak bapaknya untuk bersama-sama berada pada jalan kebenaran. Ibrahim as. juga berdoa kepada Allah agar bapaknya diampuni. Namun bapaknya tetap saja memilih untuk berada di jalannya sendiri, menyembah berhala sebagaimana tradisi pada masa itu. Hingga akhirnya Ibrahim as. berlepas diri darinya dan menyerahkan segala urusannya kepada Allah. Allah mengabarkan tentang hal ini dalam firmannya,  “Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun” (QS. Taubah: 114 ).

Dakwah yang dilakukan Ibrahim as. tidak hanya pada keluarganya, tetapi juga kepada masyarakat pada saat itu. Keimannanya kepada Allah menjadikan ia berani menanggung segala resiko yang akan dia hadapi. Ia pernah menghancurkan berhala- berhala yang diagung-agungkan masyarakat pada masanya. Pada akhirnya ia harus berhadapan dengan penguasa tiran pada saat itu, raja Namrud. Perjuangan Ibrahim as. untuk menegakkan kalimat Allah penuh tantangan dan pengorbanan. Ia pernah dibakar hidup-hidup, namun dengan kuasa Allah dia mampu menyelamatkan diri dan tetap melanjutkan dakwahnya di daerah lain.

Dalam perjalanan dakwahnya menyerukan pada kebenaran, Ibrahim as. tersadar akan pentingnya generasi yang akan melanjutkan perjuangannnya. Beliaupun berdoa agar dikarunia seorang anak yang saleh. Beliau tak jua memperoleh keturunan hingga ia mencapai lanjut usia. Akhirnya tiba masanya Allah mengabulkan do’anya dengan lahirlah dari pernikahan beliau dengan Siti Hajar, seorang lelaki saleh yang kelak menjadi nabi juga, Ismail as. Ujian dari Allah untuk menguji keimanan Ibrahim as. dan keluarganya tak henti-hentinya mewarnai seluk beluk kehidupannya. Di usia Ismail as. yang masih sangat beliau dengan pribadinya yang sangat mengagumkan, kesalehan dan ketaatannya kepada Allah dan orang tuanya, datanglah perintah dari Allah agar Ibrahim as. menyembelih Ismail as. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan Ibrahim as. pada masa itu, setelah sekian lama menanti seorang anak, kemudian ketika anak itu telah tumbuh dengan pribadinya yang membanggakan orang tuanya, ia harus menyembelih putranya sendiri. Ketaatan Ibrahim  as. dan putranya, Ismail as.,  kepada Allah, menjadikan mereka lebih mengabaikan perasaan dan rasa cintanya kepada Allah sebagai cinta yang tertinggi. Pengorbanan mereka digambarkan dalam Al Qur’an yang sarat dengan berbagai keteladan akan cinta dan pengorbanan di jalan Allah.

“"Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". ”
(QS. Ash Shaffat: 100-102)

“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Ash Shaffat: 103-105)

“Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Ash Shaffat : 106-110)

Subhanallah… inilah salah satu kisah yang sangat mengagumkan dari sisi kehidupan Ibrahim as. dan keluarganya. Pengorbanan, kesabaran dan ketulusan berjuang dijalan Allah benar-benar menyatu dalam diri Ibrahim as. yang hingga akhirnya semua itu menjadikan ia mulia di sisi Allah. Wujud kecintaan yang hakiki kepada Allah di atas segalanya, tergambar jelas dari kisah Ibrahim dan Ismail as. di atas. Kisah tersebut juga berkaitan erat dengan syari’at yang ditunkan kepada umat Muhammad as., yaitu berkurban pada hari raya idul adha. “Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At Taubah: 24)
 
Ibrahim as. kemudian melanjutkan perjuangannya menegakkan aqidah yang lurus pada umat manusia. Atas perintah Allah swt., bersama Ismail as. beliau mendirikan ka’bah yang saat ini menjadi kiblat seluruh umat muslim di dunia dan tempat umat Islam berkumpul untuk melaksanakan ibadah haji. “Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu memperserikatkan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang tawaf, dan orang-orang yang beribadah dan orang-orang yang rukuk dan sujud. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS. Al Hajj 26-27)

Sungguh banyak hal yang bisa diteladani dari perjalanan hidup Ibrahim as. Beliau adalah hamba Allah yang selama hidupnya diabdikan untuk menyembah Allah swt. Keimanan yang ada pada dirinya dibangun dengan aqliyahnya dan keyakinan yang kuat akan keberadaan Allah sebagai Rabbnya. Meski berbagai ujian kehidupan tak henti-hentinya harus beliau hadapi, dengan berbekal keimanan yang kuat kepada Allah dia mampu melalui semua itu. Kesungguhannya dalam menegakkan kalimat Allah, menyeru manusia pada kebenaran sangatlah patut untuk dijadikan pelajaran dalam berdakwah. Dialah Ibrahim as., pribadi yang mulia dan teladan dalam belajar untuk menjadi hamba yang mulia di sisi Allah swt. Wallahu’alam bishshawab.

0 comments: