Sejauh perjalanan hidup manusia, berapa banyak yang telah kita pahami dari hidup ini dan yang teraplikasi dalam amal-amal kita? Khususnya jika kita adalah muslim dan muslimah yang telah diberikan pedoman hidup oleh Allah SWT berupa Al Qur'an yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Banyak hal yang tentunya butuh kita pelajari dan pahami dalam hidup ini, sebagaimana Allah telah menganugerahkan kita kemampuan untuk berfikir dengan menggunakan akal untuk memahami apa yang harus kita lakukan selama hidup ini. Ilmunya Allah begitu luas dan tidak akan pernah habis ketika kita berusaha untuk mengkajinya. Dari ilmu yang kita kaji itulah kita akan memperoleh pengetahuan sebagai bekal dalam kita berfikir hingga nantinya akan terbentuk pemahaman pada diri kita. Adapun wujud dari pemahaman kita terhadap apa yang telah kita pelajari adalah adanya realisasi amal berupa aktivitas-aktivitas yang kita jalani detik per detik, day by day, dan sepanjang perjalanan hidup kita.
Bagaimana seorang muslim menjalani aktivitas-aktivitas dalam hidupnya? Jika kita lihat pada diri kita sendiri maupun orang lain, akan ditemukan beragam aktivitas manusia di dunia. Ada sebagian diantara kita yang mengisi hari-harinya dengan berbagai jenis aktivitas. Ada pula sebagian yang lain yang hanya fokus pada aktivitas tertentu dan mengesampingkan aktivitas yang lain. Dari sana pula akan tampak dalam pandangan kita orang yang senantiasa semangat dalam bergelut dengan aktivitas yang dijalaninya. Sementara di sisi yang lain apa yang tertangkap oleh mata adalah mereka semangatnya naik turun, adakalanya mereka begitu ghirahnya mengerjakan apa yang dilakukannya, tapi pada kondisi, waktu ataupun tempat yang lain seolah semangat yang dimilikinya tersebut berangsur-angsur meredup seiring dengan berjalannya waktu. Bahkan akan kita dapati pula mereka yang seakan-akan enggan untuk menjalani aktivitasnya, semangatnya seolah hilang ditelan bumi, lebih-lebih ketika mereka diserukan untuk menjalani aktivitas-aktivitas yang memang diperintahkan oleh Allah SWT. Kini yang menjadi pertanyaan, sudahkah aktivitas-aktivitas yang kita jalani selama ini sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah? Apa penggerak utama seorang muslim untuk beraktivitas yang benar di jalan Allah dan bagaimana menjaga konsistensi dari aktivitasnya tersebut?
Aktivitas identik dengan gerak. Dengan demikian seseorang dikatakan beraktivitas ketika dia sudah bergerak atau ada wujud amalnya. Ketika diri kita mencoba untuk menemukan jawaban atas setiap pertanyaan sebagaimana yang telah disebutkan di atas, kita butuh untuk melihat kembali apa modal untuk menggerakkan seorang muslim agar mampu beramal di jalan Allah. Di sinilah akan kita temukan bahwa KEIMANAN dalam diri seseorang merupakan modal dasar untuk menggerakkan setiap bagian-bagian tubuhnya serta mengisinya dengan energi ruhiyah yang akan muncul dari keimanannya tersebut. Tanpa adanya keimanan ini, seseorang hanya akan berjalan jasadnya saja sehingga yang akan tampak darinya hanyalah aktivitas lahiriah saja, tapi pada hakikatnya kosong pemahamannya tentang aktivitas yang dilakukannya tersebut. Untuk itu menjadi suatu hal yang penting bagi seorang muslim untuk mengkaji lebih lanjut hakikat amal yang dijalaninya agar dalam dia beraktivitas tidak hanya jasadnya yang bergerak tapi juga disertai energi yang muncul dari keimanannya. Sehingga pada akhirnya aktivitas-aktivitas yang dijalaninya akan menjadi aktivitas yang meaningfull, dimana dia sadar sepenuhnya apa yang dilakukan. Lantas bagaimana memunculkan 'energi' dari keimanan dalam diri kita? Karena energi inilah yang memiliki power untuk menggerakkan seseorang sehingga ia mampu beraktivitas, yaitu aktivitas di jalan yang benar sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah.
Sebuah contoh sederhana untuk memahami bagaimana memunculkan 'energi' dari keimanan adalah keberadaan baterai pada sebuah robot. Sebuah robot akan mampu bergerak jika robot tersebut memiliki baterai yang dipasang didalamnya. Tanpa adanya baterai, robot tersebut tentunya hanya sebuah 'jasad' yang tidak mampu bergerak. Baterai tersebut bisa menggerakakn si robot karena muncul energi dari baterai ini yang bersumber dari komponen-komponen penyusun baterai. Dari sini, secara mudahnya, jika kita kembalikan kekonteks nyata pada manusia, keberadaan baterai pada robot tadi adalah laksana keimanan pada diri seseorang. Munculnya energi ruhiyah dari keimanan karena pada keimanan itu sendiri ada komponen-komponen penyusunnya sehingga keimanan yang terdapat pada diri seseorang akan mampu memberikan pengaruh berupa dorongan terhadap seseorang untuk beraktivitas sesuai yang dikehendaki Allah. Jika kita kaji lebih detail, penyusun keimanan tersebut tidak lain adalah yang kita kenal dengan rukun iman, yaitu iman kepada Allah, malaikat, rasul, kitab, hari kiamat, serta qodho' dan qodar yang baik dan buruknya berasal dari Allah. Berikut ini penjelasan singkat dari masing-masing iman ini, yaitu bagaimana dari keimanan bisa memunculkan energi ruhiyah dalam diri seseorang, sehingga ketika beramal tidak hanya berjalan jasadnya saja tetapi juga ada kesadaran akan aktivitas yang dilakukannya.
1. Iman kepada Allah
Jika seseorang beriman kepada Allah, ia akan sadar bahwa Allah itu ada. Dari sini akan muncul keyakinan bahwa Allah adalah Tuhannya. sebagaimana firman Allah: "Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arasy." (QS. Al a'raaf 7 : 54) Bagi orang yang beriman kepada Allah, apa yang diyakininya bukan hanya sebatas keberadaanNya tetapi juga sifat-sifatNya. Sehingga dari keyakinannya ini akan melahirkan kesadaran dalam dirinya bahwa Allah lah yang mengatur seluruh alam semesta. Dia yang menciptakan dirinya dan Dia lah yang layak disembah dalam hidupnya. Dengan kesadaran yang penuh orang tersebut yakin bahwa Allah yang akan mampu menolongnya menyelesaikan segala problem hidup yang dia hadapi. Selain itu, orang tersebut hanya akan memohon sesuatu kepada Allah dan menjadikan Dia sebagai satu-satunya zat yang dicari ridhonya. Pemahamannya akan segala sifat-sifat Allah juga akan mampu mengontrol segala aktivitas yang dilakukannya, misalkan Allah adalah zat yang Maha Melihat setiap amal perbuatan yang dilakukannya, baik yang tampak dihadapan manusia maupun yang tersembunyi.
2. Iman kepada Malaikat
Ketika seseorang mengimani akan kebesaran Allah, diapun akan mengimani bahwasannya Allah telah menciptakan malaikat dengan segala sifat-sifatnya. Keimanan seseorang terhadap malaikat sebagai makhluknya Allah yang sempurna dalam tugasnya akan menjadi kontrol dari setiap item perbuatan yang dilakukannya. Sebagai contoh keyakinan seseorang tentang adanya malaikat Raqib dan Atid sebagai pencatat setiap amal perbuatan hamba. Allah SWT berfirman:"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (QS. Qaaf 50 : 16-18) dengan demikian, jika dia sadar bahwa tidak akan ada sekecil atau sebesar apapun amal yang akan terlewatkan dari pencatatan malaikat, maka ia akan memperhatikan setiap detail aktivitas yang dilakukannya. Oleh karenanya, hal yang dia perhatikan bukan hanya terlaksana atau tidak terlaksananya aktivitasnya di dunia ini, tetapi juga kesadaran bahwa ada catatan dari segala perbuatannya selama didunia yang akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah.
3. Iman kepada Nabi dan Rasul
Keimanan kepada Nabi dan Rasul sebagai hamba yang diutus Allah untuk menyampaikan risalahNya kepada umat manusia merupakan wujud kebesaran Allah sekaligus menunjukkan bahwa Allah tidak mendzalimi hambaNya. Allah telah mengutus mereka sebagai manusia pilihan yang akan membimbing manusia kepada jalan yang benar yang diridhai oleh Allah. Sebagai penyempurna atas nikmat yang diberikan Allah kepada hambaNya, Dia mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul terakhir dengan membawa risalah sempurna untuk diambil oleh seluruh umat manusia di dunia. Untuk itu, seorang muslim yang beriman kepada Nabi dan Rasul, dia akan menjadikan Rasulullah sebagai teladan dalam hidupnya. Karena Allah SWT telah berfirman:"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (Q.S Al Ahzab:40) Oleh sebab itu, aktivitas yang dilakukan oleh orang yang beriman akan disesuaikan sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah. Apa yang dibawa Rasulullah dan diperintahkannya akan diambilnya dan apa yang dilarangnya akan ditinggalkannya. Ketaatannya kepada Rasulullah didasarkan ketaatannya kepada Allah. "Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya." (Q.S. Al Hasyr 59 : 7).
4. Iman kepada kitab Allah
Sebagai seorang muslim ia akan mengimani bahwa Al Qur'an yang dibawa oleh Rasulullah merupakan pedoman hidup yang sempurna. Ia akan meyakini bahwa hanya Al Qur'an yang terjamin kebenarannya sebagai kalam Allah yang berisi seruan-seruanNya tentang apa yang harus dilakukan ataupun ditinggalkan oleh manusia selama hidup di dunia. "Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa." (QS. Al Baqarah 2: 2) Oleh sebab itu, aktivitas apapun yang dilakukannya akan digali dari sumber yang benar yang telah diturunkan Allah kepadanya, yaitu Al Qur'an. Dengan berpedoman pada Al Qur'an ini, seorang muslim akan mengerti berbagai solusi dari setiap problem yang dihadapinya di dunia dan akan mengusahakan agar segala aktivitas yang dilakukannya selaras dengan yang diserukan Allah dalam kitabNya.
5. Iman kepada hari kiamat
Seorang muslim akan meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa hari kiamat itu akan hadir. Hari dimana semua manusia dimatikan dan seluruh alam semesta dihancurkan adalah suatu kepastian yang hanya Allah yang mengetahui kapan terjadinya. Jika kiamat telah tiba berarti menunjukkan kehidupan di dunia ini telah berakhir dan akan dilanjutkan dengan kehidupan yang baru di akhirat. Keimanan terhadap hari kiamat ini akan memunculkan kesadaran bahwa hidup di dunia ini hanya sementara. Dunia adalah lahan untuk beramal, sedang akhirat adalah tempat kembali yang sesungguhnya. Sadar bahwa hidupnya tidak akan selamanya di dunia ini, orang yang beriman akan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya kesempatan hidup di dunia ini untuk beramal yang diridhai Allah. Sehingga ketika dia beramal, orientasi amalnya bukan hanya untuk meraih tujuan sesaat di dunia, tetapi untuk tujuan kehidupannya yang abadi di akhirat. Jika dia berbuat sesuatu, dia akan memikirkan pula apa konsekuensi yang akan ditanggungnya di akhirat nanti dengan perbuatannya tersebut. Di akhiratlah tempat pembalasan segala amal selama di dunia. Di akhirat pula akan diberikan kenikmatan yang sempurna berupa surga bagi orang-orang yang diridhai Allah, serta siksaan yang sempurna berupa neraka bagi orang-orang yang dimurkai Allah sebagai balasan atas apa yang dilakukan seorang hamba selama hidup di dunia. ” Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat benar-benar menyimpang dari jalan (yang lurus).” (QS. Al Mu’minun 23 : 74)
6. Iman kepada qodho' dan qadar yang baik buruknya adalah dari Allah
Iman kepada qodho' dan qodar atau yang biasa disebut dengan istilah takdir dari Allah, akan memunculkan kesadaran bahwa wujud seseorang saat ini adalah bagian dari takdir Allah. Sehingga dengan kesadaran ini dia akan memahami bahwa keberadaannya saat ini adalah bukan semata-mata hasil dari usahanya tetapi ketetapan Allah, yang diberikan kepadanya. Termasuk juga dalam hal ini adalah keimanan yang ada pada dirinya sebagai pemberian dari Allah. Sebagian orang mungkin bertanya, jika itu ketetapan Allah dan pemberianNya, mengapa pemberiannya berbeda-beda? sebagai contoh dalam hal keimanan, ada orang yang beriman dan ada yang tidak, orang yang telah berimanpun kadar keimanannya berbeda-beda pula.
Jika kita pahami lebih mendalam, sesungguhnya Allah tidak pernah berlaku dzalim kepada hambaNya. Dia tidak serta merta menetapkan seseorang akan menjadi hamba yang beriman atau tidak. Akan tetapi dalam hal ini ada kaitannya dengan hukum sebab akibat yang berlaku bagi hambaNya. Bagi orang yang mengusahakan jalan untuk mendapatkan keimanan pada dirinya, insya'Allah Dia akan menunjukkan dan membukakan jalanNya. Akan tetapi bagi mereka yang tidak ada upaya untuk mendapatkan keimanannya dan mencari kebenaran dari sisiNya, Allah pun tidak membukakan jalan untuk mendapatkan hidayahNya, bahkan ada sebagian mereka yang telah ditutup hatinya oleh Allah. Terkait dengan hal ini, Allah Maha Mengetahui siapa diantara hambaNya yang terbuka hatinya untuk mencari dan menerima petunjukNya dan begitu juga mereka yang tidak. Mengetahui bahwa hukum sebab akibat tersebut berlaku atas kehendak Allah, yang bisa dilakukan oleh seseorang agar mendapatkan keimanan pada dirinya adalah mengusahakan jalan untuk mendapatkannya. Allah lah yang bisa menjadikan hukum sebab akibat itu berlaku atau tidak atas kehendaknya. Jika Allah berkehendak untuk memberlakukan hukum tersebut, maka orang yang berupaya untuk mencari petunjuk dari Allah akan mendapatkan apa yang dia cari atau usahakan. Usaha yang dapat dilakukan tidak lain adalah dengan berupaya menjadi hamba Allah yang mau melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Karena dengan ini insya'Allah Dia akan ridha dan memberikan nikmat keimanan tersebut kepada mereka yang mau mengusahakan agar dirinya menjadi hamba yang lebih baik. "Dan orang-orang yang mendapat petunjuk Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya." (QS. Muhammad 47: 17) Butuh dipahami pula disini bahwa sesungguhnya tiada daya upaya ataupun wilayah hasil kecuali atas izin Allah. Sehingga dengan ini semua orang yang memiliki keimanan kepada qodho' dan qadar yang baik buruknya adalah dari Allah, mereka akan meyakini bahwa segala yang terjadi di dunia ini atas pengetahuan dan kehendak Allah. Adapun yang butuh dilakukannya adalah membangun keimanan pada dirinya dan beramal sesuai dengan konskuensi dari keimanannya tersebut.
Dengan menancapnya keimanan dalam diri seseorang, berarti dia telah memasukkan kedalam dirinya 'baterai' yang bersumber dari Allah. Keimanan itu ibarat baterai pada sebuah robot yang akan memancarkan energi untuk mampu bergerak. Sebagaimana pembahasan di atas, energi tersebut akan muncul jika ada komponen-komponen penyusunnya. Untuk itu keimanan pada diri seseorang akan melahirkan energi ruhiyah yang mampu menggerakkan seseorang untuk beraktivitas, jika komponen-komponen penyusun keimanan tersebut dapat berfungsi sebagaimana mestinya, dalam artian orang tersebut paham apa makna keimanannya, baik iman kepada Allah hingga iman kepada qodho' dan qodar yang baik dan buruknya adalah dari Allah serta paham konsekuensi dari masing-masing iman tersebut. Dari sinilah akan muncul suatu energi yang luar biasa, powerful! yang bisa menjadi penggerak utama seseorang untuk beraktivitas. Dia akan beraktivitas dengan kesadaran bahwa segala aktivitas yang dilakukan adalah karena kuasa Allah yang memberikannya kekuatan untuk mampu menjalani aktivitasnya. Dia akan menancapkan dalam dirinya kalimat laa hawla wa laa quwwata illa billah! there is no power except from Allah! Tiada daya dan kekuatan kecuali atas izin Allah. Sehingga dalam hal ini dia telah mewakilkan urusannya kepada Allah SWT sebagai pemilik segala kekuatan dan yang akan mampu menjadikan dari yang tidak ada menjadi ada, dari yang tidak mungkin menjadi mungkin dan hal-hal lainnya yang kadang terjadi diluar kemampuan akal manusia untuk memahaminya.
Jika orang yang beriman telah mewakilkan urusannya kepada Allah, maka dia akan bergerak dengan energi ruhiyah yang bersumber dari Allah. Bisa dibayangkan bahwa ketika energi dari Allah telah masuk kedalam diri seseorang, maka orang tersebut akan mampu untuk beraktivitas yang dikehendaki Allah. Pendengarannya, penglihatannya, berjalannya, dan aktivitasnya akan mengarah pada hal-hal yang dikehendaki Allah. Allah berfirman dalam sebuah hadits qudsi: "Dan tidak seorangpun hamba-Ku yang mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu yang lebih aku cintai selain dengan menjalankan apa-apa yang kuwajibkan kepadanya. Dan hambaku tidak henti-hentinya mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan-perbuatan sunnah, nawafil, hingga aku mencintainya. Maka apabila aku telah mencintainya, maka Aku akan menjadi pendengarannya yang ia mendengar dengannya, dan menjadi penglihatannya yang ia akan melihat dengannya, menjadi tangannya yang ia akan menindak dengannya, menjadi kakinya yang ia akan berjalan dengannya. Dan apabila ia meminta kepada-Ku, niscaya Aku akan memberinya. Apabila dia berlindung kepada-Ku niscaya aku akan melindungiya." (HR. Bukhari)
Subhanallah... alangkah luar biasanya jika energi ruhiyah dari Allah telah merasuki diri seseorang. Tidak ada kekuatan lain yang mampu menggerakkan dirinya untuk berjalan di jalannya Allah melebihi energi yang dipancarkan dari keimanan yang terdapat dalam diri seorang muslim yang bersumber dari Allah SWT. Orang tersebut akan bergerak dengan gerakan yang sempurna dan pergerakannya pun jelas. Hal ini karena energi yang digunakannya adalah energi yang terbaik dan jelas fungsinya. Hal ini akan berbeda dengan orang yang memunculkan energi untuk aktivitasnya dari sumber yang lain, misalkan dari dirinya sendiri ataupun dari orang lain. Akhirnya yang timbul adalah orang tersebut hanya mampu membangun keinginan dan melakukan usaha, akan tetapi hal tersebut belum tentu terwujud. Hal ini karena dia hanya mampu melahirkan kemampuan yang terbatas yang bisa naik-turun, atau jika diibaratkan lagi seperti baterai pada sebuah robot, baterai yang dipakai adalah baterai yang kadang mati, kadang hidup. Sehingga wajar yang timbul adalah kekhawatiran dan keragu-raguan dalam melangkah karena dia hanya mengandalkan pada kemampuan dirinya atau pada hal-hal yang memiliki kemampuan terbatas.
Untuk itulah, dengan pemahaman ini, sumber energi penggerak dalam diri kita harus dipilihkan dari sumber yang terbaik, yaitu keimanan yang menancap kuat dalam diri kita dengan kesadaran akan makna iman dan segala konsekuensinya. Jika kita telah menanamkan keimanan ini dalam-dalam pada diri kita berarti kita telah memasukkan suatu sumber yang bisa memunculkan energi ruhiyah dari Allah. Jika sumber energi itu diibaratkan sebagai sebuah baterai, maka kita dalam hal ini telah menggunakan 'baterai' dari Allah. Jangan pernah baterai ini diganti dengan baterai yang lain, misalnya 'baterai' dari diri kita sendiri, dari teman dekat kita, pemimpin kita atau hal-hal yang kita sangka akan mendatangkan energi untuk beraktivitas. Karena jika diganti-ganti, kita mencari sumber energi penggerak bagi amal-amal kita dari selain yang berasal dari Allah, maka hasilnya pun akan berbeda. Untuk itu cukuplah tancapkan dalam-dalam pada diri kita keimanan yang akan menjadi sumber energi utama untuk menggerakkan langkah kita dalam beramal. Apabila kita telah menancapkan keimanan dalam diri kita, artinya kita telah memasukkan 'baterai' dari Allah, yang dalam hal ini maknanya kita sudah memiliki energi yang bisa digunakan untuk bergerak atau menjalankan aktivitas. Selanjutnya yang perlu dipahami pula adalah kearah mana gerakan kita? Akan digunakan untuk apa energi yang sudah disiapkan dalam diri kita tersebut?
Mengambil kembali contoh sederhana dari sebuah robot, ketika pada robot tersebut sudah diisi baterai yang bisa memunculkan energi, berarti robot tersebut sudah bisa bergerak. Kemanakah arah gerakkannya? Akan bergerak ke mana dan bagaimana robot tersebut sehingga dia bisa berfungsi dengan baik? Jika robot itu misalnya akan digunakan untuk memadamkan kebakaran, bagaimana agar si robot bekerja sesuai yang diharapkan? yaitu memadamkan apinya, bukan merusak bangunan atau orang-orang yang berada di tempat itu, atau bahkan berpindah fungsi yang seharusnya memadamkan kebakaran tetapi justru semakin memperparah keadaan. Untuk itu yang diperlukan adalah pemrogram yang dimasukkan pada robot tersebut dengan berisi data-data, sehingga robot tersebut akan tahu gerakan-gerakannya. Jika si robot menemui sesuatu, ia akan tahu apa yang harus dilakukannya. semakin banyak data yang dimasukkan tentu semakin baik fungsi kerja robot tersebut.
Dari penggambaran kinerja robot di atas, kini jika dikaitkan dengan fakta yang lebih nyata, yaitu manusia, bagi seseorang yang telah beriman kepada Allah tidak cukup jika dia hanya sebatas memiliki keimanan, tapi tidak ada aktivitas yang dilakukan. Dalam aktivitasnya pun butuh diperhatikan apakah sudah benar menurut pandangan Allah atau belum. Supaya kita bisa tahu kearah mana gerakan kita, aktivitas apa yang harus kita lakukan, dalam hal ini yang kita butuhkan adalah pemahaman tentang syari'at. Untuk memahami ini tentunya kita butuh mengakaji tsaqofah Islam. Jika pada robot dia bisa tahu gerakannya dengan dimasukkan data-data dalam alat pemrogramnya, pada manusia yang dibutuhkan adalah pengetahuan dan pemahamannya tentang apa yang terkandung dalam Al Qur'an. Al Qur'an ini yang berisi pedoman hidup dan petunjuk bagi manusia selama hidupya. Semakin banyak yang kita pahami dari Al Qur'an, insya'Allah kita akan tahu landasan berpikir apa yang harus kita gunakan, bagaimana kita bertindak atau bersikap ketika dihadapkan pada berbagai situasi dan kondisi dalam hidup ini. Dengan itu pula yang akan membimbing amal kita sehingga akan terarah dan terkontrol pada batasan koridor syara'.
Apabila dua komponen tersebut di atas telah dimiliki seseorang, yaitu keimanan yang telah terpatri dalam dirinya serta pemahamannya terhadap syari'at Islam, yang didalamnya mengandung aturan-aturan serta solusi-solusi praktis terhadap problem-problem yang dihadapinya selama hidup, insya'Allah orang tersebut akan beramal atau beraktivitas selama di dunia ini dengan energi yang tidak mudah padam, dan akan berjalan pada arah yang benar yang bisa menghantarkan pada keridha'an Allah. Selanjutnya yang dia perlukan adalah konsistensinya untuk tetap istiqomah di jalan yang akan menghantarkannya pada keridha'an Allah tersebut. Apa yang dapat dilakukannya diantaranya dengan menjaga keimanan pada dirinya, memahami apa yang bisa menyebabkan naik turunnya iman tersebut, kemudian mencari solusi untuk menjaga keimanannya, sehingga keimanannya bisa naik, atau setidaknya dalam kondisi yang relatif stabil. Selain itu pemahamannya tentang syari'at islam pun butuh dikuatkan dengan senantiasa mengkaji Al Qur'an serta sumber-sumber hukum lainnya dari islam, seperti as sunnah, Ijma' sahabat dan qiyah untuk menopang kesempurnaan amalnya. Hal ini berarti pengkajian terhadap tsaqofah Islam harus tetap dilakukan hingga akhir hayat sampai benar-benar paham dan bisa teraplikasi pada amal-amal yang benar dan berkualitas yang diridhai Allah SWT. Semoga Allah menjadikan kita sebagai golongan hambanya yang tetap istiqomah di jalanNya hingga ajal menjemput kita. amiin.
Dari Allah kita berasal, untuk Allah kita hidup dan hanya kepadaNya kita akan kembali. Semoga kita dipertemukan di tempat terbaiknya, di akhirat nanti dengan mendapatkan keridha'an dari sisiNya. amiin...
wallahu'alam bishshawab. Kebenaran hanyalah dari sisi Allah dan kepada Nya saya memohon ampun atas kemungkinan kesalahan dalam penulisan artikel ini.
0 comments:
Post a Comment