Yang dimaksud istiqamah adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak berpaling ke kiri maupun ke kanan. Istiqomah ini mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah) lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya. Inilah pengertian istiqamah yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al Hambali.
Kita sadari bahwa istiqomah itu tidak mudah untuk dilakukan. Siapapun yang ingin konsisten mencapai sebuah tujuan besar pasti perlu
Kita sadari bahwa istiqomah itu tidak mudah untuk dilakukan. Siapapun yang ingin konsisten mencapai sebuah tujuan besar pasti perlu
- Perjuangan
- kekuatan mujahadah melawan keinginan yang bisa mematahkan kontinuitas beramal.
- kepastian dan ketundukkan penuh kepada Allah swt, untuk meraih suplai energi dalam beramal
- kesabaran berlibat untuk bisa bertahan menjalani ragam tantangan dan halangan yang dijumpai dalam memelihara kontinuitas amal
Begitupun untuk meraih kebahagiaan di akhirat, butuh ditempuh dengan kelelahan dalam beramal dan kesulitan untuk meraihnya. Allah swt menyebutkan bahwa untuk masuk syurga sekalipun orang-orang yang beriman harus melalui proses ujian dan penyaringan. Sebagaimana firman Allah swt:
“Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. Ataukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu mengira bahwa mereka akan luput dari (azab) Kami? Amat buruk apa yang mereka tetapkan itu.” (Qs. Al Ankabut : 1-4)
- kekuatan mujahadah melawan keinginan yang bisa mematahkan kontinuitas beramal.
- kepastian dan ketundukkan penuh kepada Allah swt, untuk meraih suplai energi dalam beramal
- kesabaran berlibat untuk bisa bertahan menjalani ragam tantangan dan halangan yang dijumpai dalam memelihara kontinuitas amal
Begitupun untuk meraih kebahagiaan di akhirat, butuh ditempuh dengan kelelahan dalam beramal dan kesulitan untuk meraihnya. Allah swt menyebutkan bahwa untuk masuk syurga sekalipun orang-orang yang beriman harus melalui proses ujian dan penyaringan. Sebagaimana firman Allah swt:
“Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. Ataukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu mengira bahwa mereka akan luput dari (azab) Kami? Amat buruk apa yang mereka tetapkan itu.” (Qs. Al Ankabut : 1-4)
KEUTAMAAN ORANG YANG BISA TERUS ISTIQOMAH
Di antara ayat yang menyebutkan keutamaan istiqomah adalah firman Allah swt.:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.” (QS. Fushilat: 30)
Juga adalah firman Allah swt.:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqomah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Ahqaf: 13-14).
Dari Abu ‘Amr atau Abu ‘Amrah Sufyan bin Abdillah, beliau berkata,
Dari Abu ‘Amr atau Abu ‘Amrah Sufyan bin Abdillah, beliau berkata,
“Wahai Rasulullah saw., ajarkanlah kepadaku dalam (agama) Islam ini ucapan (yang mencakup semua perkara islam sehingga) aku tidak (perlu lagi) bertanya tentang hal itu kepada orang lain setelahmu [dalam hadits Abu Usamah dikatakan, “selain engkau”]. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Katakanlah: “Aku beriman kepada Allah“, kemudian beristiqamahlah dalam ucapan itu.” (HR. Muslim no. 38)
Allah juga memerintahkan untuk memohon ampun kepada Nya disamping upaya untuk menjaga keistiqamahan dalam beramal. Sebagaimana firman Allah swt.,
Allah juga memerintahkan untuk memohon ampun kepada Nya disamping upaya untuk menjaga keistiqamahan dalam beramal. Sebagaimana firman Allah swt.,
“Katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Rabbmu adalah Rabb Yang Maha Esa, maka tetaplah istiqomah pada jalan yan lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya.” (QS. Fushilat: 6).
Ayat ini memerintahkan untuk istiqomah sekaligus beristigfar (memohon ampun pada Allah).
KIAT AGAR TETAP ISTIQOMAH
Pertama: Memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar.
Allah Ta’ala berfirman,
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)
Tafsiran ayat “Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh …” dijelaskan dalam hadits berikut. “Jika seorang muslim ditanya di dalam kubur, lalu ia berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka inilah tafsir ayat: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”.” (HR. Bukhari no. 4699 dan Muslim no. 2871, dari Al Barro’ bin ‘Azib)
Qotadah As Sadusi mengatakan, “Yang dimaksud Allah meneguhkan orang beriman di dunia adalah dengan meneguhkan mereka dalam kebaikan dan amalan sholih. Sedangkan di akhirat, mereka akan diteguhkan di kubur (ketika menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, pen).”
Oleh karena itu, kiat pertama ini menuntunkan seseorang agar dapat menjalani hidup sebagaimanan yang diajarkan oleh Rasulullah, sebagaimana kehidupan Rasulullah dan para sahabat yang merupakan generasi terbaik dari umat ini. Dengan menempuh jalan tersebut, ia akan sibuk belajar agama untuk memperbaiki aqidahnya, yang akan menuntun amal-amalnya sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Kedua: Mengkaji Al Qur’an dengan menghayati dan merenungkannya.
Allah menceritakan bahwa Al Qur’an dapat meneguhkan hati orang-orang beriman dan Al Qur’an adalah petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah Ta’ala berfirman,
“Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril)11 menurunkan Al Qur’an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.” (QS. An Nahl: 102)
Oleh karena itu, Al Qur’an itu diturunkan secara berangsur-angsur untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana terdapat dalam ayat,
“Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar).” (QS. Al Furqon: 32)
Al Qur’an adalah jalan utama agar seseorang bisa terus kokoh dalam agamanya. Alasannya, karena Al Qur’an adalah petunjuk dan obat bagi hati yang sedang ragu. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
“Al Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Fushilat: 44).
Qotadah mengatakan, “Allah telah menghiasi Al Qur’an sebagai cahaya dan keberkahan serta sebagai obat penawar bagi orang-orang beriman.”
Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut, “Katakanlah wahai Muhammad, Al Qur’an adalah petunjuk bagi hati orang beriman dan obat penawar bagi hati dari berbagai keraguan.”
Oleh karena itu, kita akan saksikan keadaan yang sangat berbeda antara orang yang gemar mengkaji Al Qur’an dan merenungkannya dengan orang yang hanya menyibukkan diri dengan perkataan filosof dan manusia lainnya. Orang yang giat merenungkan Al Qur’an dan memahaminya, tentu akan lebih kokoh dan teguh dalam agama ini. Inilah kiat yang mesti kita jalani agar kita bisa terus istiqomah.
Ketiga: Iltizam (konsekuen) dalam menjalankan syari’at Allah
Maksudnya di sini adalah seseorang dituntunkan untuk konsekuen dalam menjalankan syari’at atau dalam beramal dan tidak putus di tengah jalan. Karena konsekuen dalam beramal lebih dicintai oleh Allah daripada amalan yang sesekali saja dilakukan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya (HR. Muslim no. 783).
An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit namun konsekuen dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak namun cuma sesekali saja dilakukan. Ingatlah bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan tersebut diterima oleh Sang Khaliq swt. Amalan sedikit namun konsekuen dilakukan akan memberikan ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun sesekali saja dilakukan.”
Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, ”Amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah amalan yang konsekuen (dilakukan kontinu). Beliau pun menganjurkan untuk tidak memutuskan amalan kebaikannya dan meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana beliau menyampaikan hal ini pada sahabat ’Abdullah bin ’Umar”
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash ra, ia mengatakan bahwa Rasulullah saw. berkata padanya,
”Wahai ‘Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.”
Selain amalan yang kontinu dicintai oleh Allah, amalan tersebut juga dapat mencegah masuknya virus ”futur” (sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya). Jika seseorang beramal sesekali namun banyak, kadang akan muncul rasa malas dan jenuh. Sebaliknya jika seseorang beramal sedikit namun terus menerus, maka rasa malas pun akan hilang dan rasa semangat untuk beramal akan selalu ada.
Keempat: Belajar dari Semangat Menjaga Keistiqomahan oleh Para Sahabat Rasulullah
Para sahabat dulu merasa kegelisahan yang amat dalam bila pada dirinya tidak mampu istiqamah dalam kebaikan. Mereka diterpa rasa bersalah yang sangat besar ketika dalam dirinya ada kondisi yang menjadikannya tak melakukan amal baik secara terus menerus.
Perhatikan bagaimana suasana dan gelombang kegelisahan luar biasa yang menerpa sahabat Rasulullah yang bernama Handzalah. Ia merasa tak mampu menjaga stabilitas ruhiyahnya saat tidak bersama Rasulullah. Suatu ketika Handzalah yang juga salah satu penulis Rasulullah itu mendatangi Abu Bakar ra. Dengan melontarkan perkataan yang mengejutkan.
Handzalah telah munafik... Handzalah telah munafiq...,“ katanya.
Handzalah mengungkapkan bagaimana perilakunya berubah. Dikala ia bersama Rasulullah ia benar-benar merasa melihat syurga dan neraka di depan mata. Tapi jika ia berada jauh dari Rasulullah, pulang ke rumah dan bertemu keluarga, kondisi jiwanya berubah. Abu Bakar tersentak dan mengatakan “Demi Allah ini harus segera disampaikan kepada Rasulullah karena aku juga mengalami hal yang sama.”
Akhirnya mereka berdua menghadap Rasulullah saw. Dan menceritakan permasalahan tersebut.
Tenang sekali Rasulullah mendengar kegelisahan kedua sahabatnya itu. Setelah selesai mengungkapkan masalahnya, Rasulullah mengatakan:
“Demi Allah seandainya kalian terus menerus berada dalam kondisi sebagaimana kalian bersamaku, dalam ingatan kalian, niscaya malaikat akan menyalami kalian di atas kasur kalian dan ketika kalian sedang berjalan. (HR. Muslim)”
Nah, kita semua tentunya ingin mencari ridha Allah dan ingin memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Untuk dapat meraih tujuan ini diantara yang kita butuhkan adalah dengan iman dan taqwa kita serta berbekal kekuatan berupa kekuatan ilmu dan kekuatan akal. Hal ini sebagaimana yang diungkap oleh Ibnu Qayyim rahimahullah. Kekuatan ilmu akan menerangkan jalan dan memposisikan pelakunya agar sampai pada tujuannya, terhindar dari bahaya dan tempat-tempat yang terlarang, atau menjadikannya tersesat.
Sedangkan kekuatan amal adalah kekuatan untuk istiqamah dan tetap berupaya melanjutkan perjalanan.
Upaya untuk bisa bertahan dan istiqamah melanjutkan perjalanan adalah dengan MENGETAHUI
Pertama: Memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar.
Allah Ta’ala berfirman,
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)
Tafsiran ayat “Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh …” dijelaskan dalam hadits berikut. “Jika seorang muslim ditanya di dalam kubur, lalu ia berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka inilah tafsir ayat: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”.” (HR. Bukhari no. 4699 dan Muslim no. 2871, dari Al Barro’ bin ‘Azib)
Qotadah As Sadusi mengatakan, “Yang dimaksud Allah meneguhkan orang beriman di dunia adalah dengan meneguhkan mereka dalam kebaikan dan amalan sholih. Sedangkan di akhirat, mereka akan diteguhkan di kubur (ketika menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, pen).”
Oleh karena itu, kiat pertama ini menuntunkan seseorang agar dapat menjalani hidup sebagaimanan yang diajarkan oleh Rasulullah, sebagaimana kehidupan Rasulullah dan para sahabat yang merupakan generasi terbaik dari umat ini. Dengan menempuh jalan tersebut, ia akan sibuk belajar agama untuk memperbaiki aqidahnya, yang akan menuntun amal-amalnya sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Kedua: Mengkaji Al Qur’an dengan menghayati dan merenungkannya.
Allah menceritakan bahwa Al Qur’an dapat meneguhkan hati orang-orang beriman dan Al Qur’an adalah petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah Ta’ala berfirman,
“Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril)11 menurunkan Al Qur’an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.” (QS. An Nahl: 102)
Oleh karena itu, Al Qur’an itu diturunkan secara berangsur-angsur untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana terdapat dalam ayat,
“Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar).” (QS. Al Furqon: 32)
Al Qur’an adalah jalan utama agar seseorang bisa terus kokoh dalam agamanya. Alasannya, karena Al Qur’an adalah petunjuk dan obat bagi hati yang sedang ragu. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
“Al Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Fushilat: 44).
Qotadah mengatakan, “Allah telah menghiasi Al Qur’an sebagai cahaya dan keberkahan serta sebagai obat penawar bagi orang-orang beriman.”
Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut, “Katakanlah wahai Muhammad, Al Qur’an adalah petunjuk bagi hati orang beriman dan obat penawar bagi hati dari berbagai keraguan.”
Oleh karena itu, kita akan saksikan keadaan yang sangat berbeda antara orang yang gemar mengkaji Al Qur’an dan merenungkannya dengan orang yang hanya menyibukkan diri dengan perkataan filosof dan manusia lainnya. Orang yang giat merenungkan Al Qur’an dan memahaminya, tentu akan lebih kokoh dan teguh dalam agama ini. Inilah kiat yang mesti kita jalani agar kita bisa terus istiqomah.
Ketiga: Iltizam (konsekuen) dalam menjalankan syari’at Allah
Maksudnya di sini adalah seseorang dituntunkan untuk konsekuen dalam menjalankan syari’at atau dalam beramal dan tidak putus di tengah jalan. Karena konsekuen dalam beramal lebih dicintai oleh Allah daripada amalan yang sesekali saja dilakukan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya (HR. Muslim no. 783).
An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit namun konsekuen dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak namun cuma sesekali saja dilakukan. Ingatlah bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan tersebut diterima oleh Sang Khaliq swt. Amalan sedikit namun konsekuen dilakukan akan memberikan ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun sesekali saja dilakukan.”
Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, ”Amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah amalan yang konsekuen (dilakukan kontinu). Beliau pun menganjurkan untuk tidak memutuskan amalan kebaikannya dan meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana beliau menyampaikan hal ini pada sahabat ’Abdullah bin ’Umar”
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash ra, ia mengatakan bahwa Rasulullah saw. berkata padanya,
”Wahai ‘Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.”
Selain amalan yang kontinu dicintai oleh Allah, amalan tersebut juga dapat mencegah masuknya virus ”futur” (sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya). Jika seseorang beramal sesekali namun banyak, kadang akan muncul rasa malas dan jenuh. Sebaliknya jika seseorang beramal sedikit namun terus menerus, maka rasa malas pun akan hilang dan rasa semangat untuk beramal akan selalu ada.
Keempat: Belajar dari Semangat Menjaga Keistiqomahan oleh Para Sahabat Rasulullah
Para sahabat dulu merasa kegelisahan yang amat dalam bila pada dirinya tidak mampu istiqamah dalam kebaikan. Mereka diterpa rasa bersalah yang sangat besar ketika dalam dirinya ada kondisi yang menjadikannya tak melakukan amal baik secara terus menerus.
Perhatikan bagaimana suasana dan gelombang kegelisahan luar biasa yang menerpa sahabat Rasulullah yang bernama Handzalah. Ia merasa tak mampu menjaga stabilitas ruhiyahnya saat tidak bersama Rasulullah. Suatu ketika Handzalah yang juga salah satu penulis Rasulullah itu mendatangi Abu Bakar ra. Dengan melontarkan perkataan yang mengejutkan.
Handzalah telah munafik... Handzalah telah munafiq...,“ katanya.
Handzalah mengungkapkan bagaimana perilakunya berubah. Dikala ia bersama Rasulullah ia benar-benar merasa melihat syurga dan neraka di depan mata. Tapi jika ia berada jauh dari Rasulullah, pulang ke rumah dan bertemu keluarga, kondisi jiwanya berubah. Abu Bakar tersentak dan mengatakan “Demi Allah ini harus segera disampaikan kepada Rasulullah karena aku juga mengalami hal yang sama.”
Akhirnya mereka berdua menghadap Rasulullah saw. Dan menceritakan permasalahan tersebut.
Tenang sekali Rasulullah mendengar kegelisahan kedua sahabatnya itu. Setelah selesai mengungkapkan masalahnya, Rasulullah mengatakan:
“Demi Allah seandainya kalian terus menerus berada dalam kondisi sebagaimana kalian bersamaku, dalam ingatan kalian, niscaya malaikat akan menyalami kalian di atas kasur kalian dan ketika kalian sedang berjalan. (HR. Muslim)”
Nah, kita semua tentunya ingin mencari ridha Allah dan ingin memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Untuk dapat meraih tujuan ini diantara yang kita butuhkan adalah dengan iman dan taqwa kita serta berbekal kekuatan berupa kekuatan ilmu dan kekuatan akal. Hal ini sebagaimana yang diungkap oleh Ibnu Qayyim rahimahullah. Kekuatan ilmu akan menerangkan jalan dan memposisikan pelakunya agar sampai pada tujuannya, terhindar dari bahaya dan tempat-tempat yang terlarang, atau menjadikannya tersesat.
Sedangkan kekuatan amal adalah kekuatan untuk istiqamah dan tetap berupaya melanjutkan perjalanan.
Upaya untuk bisa bertahan dan istiqamah melanjutkan perjalanan adalah dengan MENGETAHUI
DAN MEMANFAATKAN KEMUDAHAN YANG DIBERIKAN OLEH ALLAH DALAM BERIBADAH.
Maka, kita harus berupaya sekuat tenaga untuk meningkatkan amal perbuatan setiap saat. Berkomitmen pada jalan kebaikan.
Jadi, mari kita bersama-sama mengoptimalkan usia yang masih tersisa, berusaha untuk terus menerus senantiasa berada dalam ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, agar setiap saat kita kembali kepada Allah, kita berada pada kondisi yang diridhai-Nya. Semoga Allah memberikan pertolongan-Nya bagi kita untuk tetap istiqamah di jalan-Nya. “Allahumma anta robbuna, farzuqnal istiqomah (Ya Allah, Engkau adalah Rabb kami. Berikanlah keistiqomahan pada kami).” Amiin...
Wallahu’alam bish-shawab.
Maka, kita harus berupaya sekuat tenaga untuk meningkatkan amal perbuatan setiap saat. Berkomitmen pada jalan kebaikan.
Jadi, mari kita bersama-sama mengoptimalkan usia yang masih tersisa, berusaha untuk terus menerus senantiasa berada dalam ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, agar setiap saat kita kembali kepada Allah, kita berada pada kondisi yang diridhai-Nya. Semoga Allah memberikan pertolongan-Nya bagi kita untuk tetap istiqamah di jalan-Nya. “Allahumma anta robbuna, farzuqnal istiqomah (Ya Allah, Engkau adalah Rabb kami. Berikanlah keistiqomahan pada kami).” Amiin...
Wallahu’alam bish-shawab.
0 comments:
Post a Comment