May 28, 2014

Spirit Penakhlukan Konstantinopel Untuk Dakwah Islam

Semangat perjuangan kaum muslimin untuk menyebarkan dakwah Islam demi meninggikan kalimat Allah telah tampak sejak permulaan Islam hadir ke muka bumi. Termasuk diantaranya perjuangan lintas generasi yang telah ditempuh kaum muslimin untuk menakhlukan Konstantinopel. Kota yang hari ini dikenal dengan Instanbul tersebut merupakan pecahan dari kekaisaran Romawi, yaitu Katholik Roma di Vatikan (Romawi Barat) dan Yunani Orthodoks di Byzantium atau Konstantinopel (Romawi Timur).  Dilihat dari  kondisi geopolitik saat itu, keberadaan Konstantinopel sangat strategis yaitu di batas Eropa dan Asia, baik di darat sebagai salah satu Jalur Sutera maupun di laut antara Laut Tengah dengan Laut Hitam dan dianggap sebagai titik terbaik pusat kebudayaan dunia.  

Sebagai negara super power pada masa itu, Romawi merupakan tantangan bagi negara Islam dalam menyebarkan dakwahnya. Untuk itu, kaum muslimin berupaya untuk menakhlukkan Konstantinopel. Bukan semata-mata karena nilai strategisnya, tapi karena nilai dakwahnya.  Setelah melalui perjuangan yang panjang, akhirnya di bawah kepemimpinan Muhammad Al Fatih konstantinopel berhasil ditakhlukkan. Subahanallah... Apa rahasia dibalik kemenangan Muhammad Al Fatih dan ibrah (pelajaran) apa yang dapat diambil dari penakhlukan Konstantinopel untuk membangkitkan semangat juang kaum muslimin dalam upaya dakwahnya mengembalikan kehidupan Islam?
Dialah “Sang Penakhluk” 

Terlahir sebagai sosok pemuda yang luar biasa, Sultan Muhammad al-Fatih membekali dirinya dengan berbagai persiapan untuk mewujudkan cita-citanya mencapai puncak kemuliaan. Kekuatan Sultan Muhammad Al-Fatih terletak pada ketinggian pribadinya, yang terpancar dari keimanan dan ketakwaannya kepada Allah. Ayahnya, yaitu Sultan Murad II, memahami dengan sangat baik pendidikan bagi putranya. Selain mendapatkan pengajaran yang terbaik dari kedua orang tuanya, Al Fatih dididik secara intensif oleh para ulama terbaik di zamannya, diantaranya oleh Asy-Syeikh Aaq Syamsuddin. Al Fatih belajar ilmu-ilmu agama seperti Al-Qur''an, hadits, fiqih, bahasa serta ilmu-ilmu lainnya seperti matematika, falak, sejarah, ilmu peperangan dan sebagainya. 

Dalam perkembangannya, Muhammad Al Fatih tumbuh menjadi pemuda yang memiliki ketangguhan dalam agama, serta pakar dalam berbagai bidang. Beliau dikenal sebagai pemimpin yang hebat, ahli strategi militer, pemberani dan tawadhu. Ia tidak pernah meninggalkan Shalat Fardhu, Shalat Sunat Rawatib dan Shalat Tahajjud sejak baligh. Inilah bukti kesungguhan Al Fatih dalam mewujudkan cita-citanya menakhlukan konstantinopel dengan senantiasa ber- taqqarub (mendekatkan diri) kepada Allah melalui pelaksanaan perintah-perintah Allah baik yang wajib maupun yang sunnah, selain juga mengoptimalkan berbagai ikhtiar dan do’a.  Muhammad Al Fatih adalah pemuda yang fokus dengan cita-citanya. Ia bukan pemuda yang hanya dibuai dengan mimpi-mimpi kosong, terlebih menghabiskan waktunya dalam kesia-siaan. Bukti kesungguhanya tampak sejak usianya masih belia. Beliau menjadi Sultan dalam usia 19 tahun. Beliau memimpin penaklukan Konstantinopel di usianya yang ke-24. Pemuda dengan prestasinya luar biasa! Sejak dini ia telah dibentuk untuk memiliki mental penakluk! Pantaslah dia menjadi sosok “Sang Penakhluk”!

Persiapan Menuju Kemenangan
Semenjak kecil, Muhammad Al-Fatih telah mencermati usaha ayahnya menaklukkan Konstantinopel. Bahkan beliau mengkaji usaha-usaha yang pernah dibuat sepanjang sejarah Islam ke arah itu, sehingga menimbulkan keinginan yang kuat baginya meneruskan cita-cita umat Islam. Ketika beliau naik tahta, dia telah mulai berpikir dan menyusun strategi untuk menawan Konstantinopel. Ia sadar betul,  untuk menaklukkan Konstantiopel dibutuhkan perencanaan yang baik dan orang-orang yang bisa diandalkan. Maka diapun membentuk dan mengumpulkan pasukan elit yang dinamakan Janissaries, yang dilatih dengan ilmu agama, fisik, taktik dan segala yang dibutuhkan oleh tentara. Pendidikan ini dilaksanakan sejak dini, dan khusus dipersiapkan untuk penaklukan Konstantinopel. 

Dengan persiapan yang matang, dan strategi-strategi peperangan yang jitu, prosesi penakhlukan konstantinopel pun berlangsung sejak tanggal 6 April 1453. Salah satu ide dari peperangan yang dipimpin oleh Al Fatih, yang kemudian menjadi jalan untuk melumpuhkan kekuatan Konstantinopel adalah dengan memindahkan kapal-kapal melalui darat untuk menghindari rantai penghalang, hanya dalam semalam, dengan menggunakan tenaga manusia 70-an kapal bisa memasuki wilayah Teluk Golden Horn sebagai salah satu pertahanan Konstantinopel yang agak lemah melalui pegunungan Galata. Subhanallah... ide ini tak terbayangkan kecuali bagi orang yang beriman! Bahkan Ide ini diakui sebagai diantara taktik peperangan (warfare strategy) yang terbaik di dunia oleh para sejarawan Barat sendiri. Yilmaz Oztuna di dalam bukunya Osmanli Tarihi menceritakan salah seorang ahli sejarah tentang Byzantium mengatakan: “Kami tidak pernah melihat dan tidak pernah mendengar sebelumnya, sesuatu yang sangat luar biasa seperti ini. Muhammad Al-Fatih telah mengubah bumi menjadi lautan dan dia menyeberangkan kapal-kapalnya di puncak-puncak gunung sebagai pengganti gelombang-gelombang lautan. Sungguh kehebatannya jauh melebihi apa yang dilakukan oleh Alexander yang Agung,” 70 Kapal al-Fatih dipindahkan dari Selat Bosphorus ke Selat Tanduk melalui Pegunungan Galata dalam waktu 1 malam.

Hingga tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jumadil Awal 857 H atau bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453 M, Kemenangan pun berhasil diraih oleh kaum muslimin yang mencerahkan Konstantinopel dengan kemilau keindahan Islam. Allahu Akbar!

Ibrah Penakhlukan Konstantinopel
Siapa saja yang mengkaji dengan sungguh-sungguh sejarah perjuangan kaum muslimin hingga detik-detik kemenangan penakhlukan konstantinopel, maka akan ia dapati banyak pelajaran berharga untuk membangkitkan semangat juang generasi muslim terbaik dalam menjemput janji-janji Allah. Sebaliknya, jika kaum muslimin tidak mampu mengambil pelajaran darinya, apa yang telah tercatat dalam sejarah dengan ‘tinta emas’ itu hanya akan menjadi tumpukkan manuskrip atau sebuah cerita indah yang hanya membuat decak kagum pembacanya, namun tidak mampu memberikan pengaruh dalam kehidupannya. Untuk itu, dibutuhkan kesungguhan dalam menghidupkan spirit dari kemenangan yang berhasil diraih dalam penakhlukkan konstantinopel. Berikut ini beberapa ibrah yang dapat diambil. 

1.    Motivasi ruhiyah untuk mewujudkan janji Allah.
Keberhasilan yang dicapai oleh Muhammad Al Fatih adalah wujud pemenuhan janji Allah sebagaimana sabda Rasulullah saw.: Dari Abu Qubail berkata: Ketika kita sedang bersama Abdullah bin Amr bin al-Ash, dia ditanya: Kota manakah yang akan dibuka terlebih dahulu; Konstantinopel atau Rumiyah? Abdullah meminta kotak dengan lingkaran-lingkaran miliknya. Kemudian dia mengeluarkan kitab. Abdullah berkata: Ketika kita sedang menulis di sekitar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau ditanya: Dua kota ini manakah yang dibuka lebih dulu: Konstantinopel atau Rumiyah/Roma?. Rasul menjawab, “Kota Heraklius dibuka lebih dahulu.” Yaitu: Konstantinopel. (HR. Ahmad, ad-Darimi, Ibnu Abi Syaibah dan al-Hakim). 

Juga Sabda beliau saw.: “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335).

Inilah yang memotivasi kaum muslimin untuk menjemput terwujudnya janji Allah, berupa kemuliaan Islam melalui penakhlukan Konstantinopel. Dilandasi keimanan dan ketakwaan kepada Allah, kaum muslimin mengerahkan segala daya dan upayanya untuk meraih kemuliaan dihadapan Allah dan Rasul-Nya.  Atas dasar Hadits itu pula, sejarah mencatat bahwa penakhlukan Konstantinopel sebagai kota dengan benteng legendaris tak tertembus itu, telah diupayakan sejak masa sahabat, tabi’in, khilafah Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Tetapi tetap saja kota itu belum pernah jatuh ke tangan umat Islam, sampai 800 tahun lamanya akhirnya dibawah Muhammad Al Fatih, sultan ke-7 Turki Utsmani Konstantinopel berhasil ditakhlukkan.

2.    Dibutuhkan Kesabaran dalam Perjuanggan di Jalan Allah
Perjalanan panjang lintas generasi dalam menakhlukkan Konstantinopel membutuhkan kesabaran tanpa batas yang hanya akan dimiliki oleh orang-orang yang beriman. Sebab, keimanan adalah sumber kesabaran dalam menghadapi ujian, keikhlasan dalam beramal, rasa syukur dalam nikmat yang banyak maupun sedikit. Sebagaimana diketahui, penaklukkan Konstantinopel tidak terjadi lewat jalan yang mudah. Berbagai aral melintang. Hanya dengan kebulatan tekad dan kesabaran yang berasal dari keimanan yang jernih dapat membuat segala yang sulit menjadi mudah. 

Dari berbagai upaya berabad-abad, menunjukkan kesabaran yang luar biasa pada diri kaum muslimin. Sebagaimana yang ditempuh oleh Muhammad Al Fatih dan pasukannya, tatkala menempuh strategi pemindahan kapal melalui jalur darat sejauh 3 Mil (strategi fenomenal yang belum pernah terjadi di dunia sebelumnya) hingga keberhasilan menepis keragu-raguan yang melemahkan semangat. Semuanya karena kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi kecintaannya kepada dunia atau selainnya. 

Nah, jika kaum muslimin sebagaimana Muhammad Al Fatih dan pasukannya dalam menakhlukkan Konstantinopel melakukan perjuangan sedemikia rupa, bagaimana dengan kita kaum muslimin saat ini? Sudah berapa lama dan seberapa besar kesungguhan kita ikut mengupayakan kembalinya kehidupan Islam di tengah Ummat?

Khatimah
Keberhasilan Muhammad Al Fatih dalam manakhlukkan konstantinopel tidak lepas dari kekuatan ruhiyah yang dimiliki, berupa keimanan dan ketakwaannya kepada Allah. Janji Allah bagi kemuliaan kaum muslimin senantiasa ia jadikan motivasi untuk berjuang mewujudkannya dengan persiapan yang matang, kesabaran yang tiada batas, dan perjuangan yang tanpa mengenal lelah. Ia mencanangkan tekad dan menempa diri untuk selalu meningkatkan kemampuannya baik dari segi keimanan, keilmuan, maupun kemampuan-kemampuan yang akan mendukung keberhasilannya dalam mewujudkan cita-citanya.  Ia juga senantiasa menjaga kedekatannya dengan Allah dan memohon pertolongan-Nya untuk mewujudkan cita-citanya yang mulia. 

Al Fatih sangat meyakini bahwa kunci kesuksesan adalah dengan membangun kedekatan dengan Allah dan memohon pertolongan kepada-Nya. Nasihat dari sang guru, Syaikh Syamsuddin yang senantiasa dihujamkan pada diri Al Fatih yaitu: “Sesungguhnya Allah-lah Dzat Yang Maha Pemberi Kemuliaan dan Pemberi Kemenangan. … Sesungguhnya masalah yang pasti adalah, bahwasannya seorang hamba itu sekedar merancang, sedangkan yang menentukan adalah Allah. Kita telah berserah diri pada Allah dan kita telah membaca al-Qur’an. Itu semua tak lebih dari rasa kantuk di dalam tidur setelah ini. Sesungguhnya telah terjadi kelembutan kekuasan Allah, dan muncullah kabar gembira tentang kemenangan itu, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya.” 

Pemuda semacam Al Fatih lah yang menjadi gambaran generasi muslim ideal, dan layak untuk dicontoh oleh generasi muslim saat ini. Pada diri Al Fatih akan ditemukan sumber inspirasi untuk membangkitkan semangat kaum muslimin dalam berdakwah mengembalikan kemuliaan Islam. Muhammad Al Fatih terkenal, bukan karena ingin terkenal tapi karena keinginan untuk memberikan persembahan terbaik kepada umat dan agama, dan ingin meraih kemuliaan hidup dunia dan akhirat. Bagaimana dengan kita? Sudahkah mengambil spirit dari perjuangan kaum muslimin dalam menakhlukkan konstantinopel untuk menjadi hamba yang mulia di sisi Allah dan Rasul-Nya?

Wallahu’alam bish shawab.

0 comments: