Nov 3, 2015

TA’AWUN, TOLONG MENOLONG DALAM KEBAIKAN DAN TAQWA

 
Di tengah hiruk pikuk dunia dimana setiap orang disibukkan dengan urusan pribadinya, muncul kecenderungan pada diri kaum muslimin tidak begitu mempedulikan urusan kaum muslimin yang lain. Selama tidak ada keuntungan yang didapat, maka muncul rasa enggan untuk saling tolong menolong. Sehingga muncul ungkapan “itu bukan urusan saya” atau “saya tidak perlu dinasihati” atau ungkapan-ungkapan sejenis yang menunjukkan sikap individualistis (nafsi-nafsi).

Di lain sisi, ada orang-orang yang justru gigih bahu-membahu dalam kebatilan, entah mereka sadari ataupun tidak. Pada akhirnya mereka sedikit atau banyak menghantarkan dirinya dan orang lain pada maksiat kepada Allah. Beginilah ketika kehidupan kaum muslimin dijauhkan dari nilai-nilai Islam. Standart perbuatan bukan lagi pada aturan Allah, namun lebih pada standart manfaat dan keuntungan duniawi.

Padahal sejatinya, kaum muslimin adalah satu tubuh, jika ada satu bagian yang tersakiti maka anggota tubuh lain turut merasakan rasa sakit. Ketika kaum muslimin di belahan dunia lain terus didzhalimi dan dihinakan, maka kita pantas untuk merasa marah dan membelanya. Seperti ketika  salah satu tubuh kita disakiti, maka kita masih punya kedua tangan untuk menepisnya. Kita masih memiliki segala upaya untuk melawan kedzhaliman dan membela saudara seaqidah kita. Ketika saudara yang lain dalam kesulitan, kita yang dalam kondisi dimampukan Allah untuk menolongnya semestinya tidak berat hati untuk memberikan uluran tangan, meringankan kesusahannya. Ketika kaum muslimin dalam kondisi kemunduran jauh dari kehidupan Islam, kita semestinya tergerak untuk turut andil dalam menyadarkan kaum muslimin untuk kembali kepada Islam.

Rasulullah saw. bersabda: "Siapa saja yang bangun di pagi hari dan dia hanya memperhatikan urusan dunianya, maka orang tersebut tidak berguna apa-apa di sisi Allah; dan barang siapa yang tidak memperhatikan urusan kaum Muslimin, maka dia tidak termasuk golongan mereka (yaitu kaum Muslim). (HR. Thabrani)

Sadar akan hal ini, kita sebagai seorang mukmin semestinya tidak bersikap individualistis, tidak cuek. Tapi juga peduli dengan saudara kita yang lain, tidak hanya memperhatikan diri sendiri. Ada seruan dari Allah untuk melakukan aktivitas tolong menolong, meningkatkan kepedulian terhadap sesama.  Sebenarnya, bagaimana tolong menolong dalam Islam? Bagaimana manifestasinya dalam kehidupan?

Makna Ta’awun

Ta'awun berasal dari bahasa Arab yang artinya tolong-menolong. Islam sangat memperhatikan masalah tolong menolong ini. Aktivitas tolong menolong yang diperintahkan adalah dalam kebaikan dan taqwa. Sebagaimana Allah swt. berfirman :

“...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”(Qs. Al-Maidah : 2)

Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat ini: “Allah Ta’ala memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin agar saling berta’awun di dalam aktivitas kebaikan yang mana hal ini merupakan al-Birr (kebajikan) dan agar meninggalkan kemungkaran yang mana hal ini merupakan at-Taqwa. Allah melarang mereka dari saling bahu membahu di dalam kebatilan dan tolong menolong di dalam perbuatan dosa dan keharaman.”

Dapat dipahami bahwa aktivitas tolong menolong tidak bebas nilai, Allah sudah menetapkan aturan Nya. Yang diperintahkan adalah hanya tolong-menolong dalam kebaikan dan Taqwa, dan tidak ada tolong-menolong dalam pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah.

Dengan demikian, hendaknya seorang mukmin melakukan aktivitas tolong-menolong dengan senantiasa mengikatkannya pada aqidah dan hukum Islam. Tidak cukup dengan alasan membantu orang lain, sementara aktivitasnya mengarah pada penyimpangan terhadap hukum Allah. Juga, tidak dikatakan menolong orang lain dengan membiarkan saudaranya jatuh pada kemaksiatan.

Lebih lanjut, aktivitas tolong menolong yang diperintahkan oleh Allah butuh dilakukan dengan landasan iman dan taqwa, semata-mata mengharapkan ridha Allah dengan menyambut seruan Nya tersebut. Bukan aktivitas tolong menolong karena pamrih materi ataupun duniawi. Jadi, yang perlu menjadi perhatian adalah aktivitas tolong menolongnya dalam hal apa, dan dilakukan karena apa .

Allah memberi keistimewaan bagi mereka yang suka menolong orang lain.

Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa ingin agar doanya terkabul  dan kesulitan-kesulitannya teratasi hendaklah dia menolong orang yang dalam kesempitan”(HR. Ahmad).

Juga sabda Rasulullah saw.: "Dan Allah senantiasa membantu seorang hamba selama hamba tersebut membantu saudaranya."  (HR. Muslim)

Adapun, bagi mereka yang tolong menolong dalam maksiat kepada Allah, maka yang didapat adalah kehinaan di dunia dan siksa yang pedih di akhirat kelak. Firman Allah swt.:
“Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir segolongan daripada kamu dari kampung halamannya, kamu bantu membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagimu. Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (Qs. Al Baqarah : 85)

Bentuk Aktivitas Tolong Menolong dalam Kebaikan dan Taqwa.

Diantara bentuk manifestasi ta’awun di dalam kebajikan dan ketakwaan adalah: menghilangkan kesusahan kaum muslimin, menutup aib mereka, mempermudah urusan mereka, menolong mereka dari orang yang berbuat aniaya, mengajari orang yang bodoh dari mereka, mengingatkan orang yang lalai diantara mereka, mengarahkan orang yang tersesat di kalangan mereka, menghibur atas duka cita mereka, membantu atas musibah yang menimpa mereka, menyokong dakwah mereka, dan menolong mereka dalam segala hal yang baik yang sesuai dengan ajaran Islam. Jadi, menolong orang lain bukan hanya dengan harta atau materi, seperti memberikan zakat, infak, shadaqah atau pemberian lainnya yang disyari’atkan oleh Allah, tetapi bisa juga dengan tenaga, dengan ilmu, nasihat, dan sebagainya.

Pada suatu hari Rasulullah saw. memperingatkan kepada para sahabat.
“Tolonglah saudaramu, baik ia orang yang menganiaya maupun yang dianiaya”. Bertanya seorang (sahabat): “Ya Rasulullah! Kami mengerti tentang menolong orang yang teraniaya, tetapi bagaimana kami menolong orang yang menganiaya?” Nabi menjawab: “Kau cegah ia.” (HR. Bukhari)

Selain itu, menjadi perantara datangnya hidayah Allah juga dapat menjadi bentuk aktivitas ta’awun yang pahalanya sangat besar di sisi Allah. Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda,"Barangsiapa yang mengajak kepada suatu petunjuk, maka dia memperoleh pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikit pun dari pahala-pahala mereka. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka dia memperoleh dosa semisal dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikit pun dari dosa-dosa mereka."  (HR. Muslim)
 
Selain itu, Rasulullah saw. berkata kepada Ali ra., "Demi Allah, sungguh Allah memberi petunjuk terhadap seorang laki-laki melalui dirimu adalah lebih baik bagimu daripada kamu memperoleh unta merah." (HR. Bukhari dan Muslim) Unta yang berwarna kemerahan itu dulu merupakan harta yang paling berharga bagi bangsa Arab. Masya’Allah begitu besarnya karunia dari Allah bagi hamba Nya yang menjadi perantara datangnya hidayah dari Allah.

Meneladani Para Sahabat dalam Aktivitas Tolong Menolong di Jalan Allah

Sesungguhnya ta'awun telah terbentuk sejak permulaan perkembangan agama Islam. Dalam sejarah banyak sekali perilaku Nabi dan para sahabat, serta kaum muslimin yang berkaitan dengan sikap ta'awun. Kita ketahui, betapa Khadijah ra. dengan harta dan dorongan semangatnya telah menolong perjuangan Rasulullah saw. dalam menyiarkan ajaran Islam.

Begitu pula yang dilakukan oleh para sahabat terutama Abu Bakar ash Shiddiq ra., Usman bin Affan ra., Abd al-Rahman bin Auf ra., adalah para sahabat Nabi yang terkenal telah mengorbankan seluruh hartanya untuk menolong perjuangan Rasulullah dalam mengembangkan agama Islam. Abu Bakar ash Shiddiq menolong dengan membebaskan Bilal bin Rabah, budak yang telah masuk Islam dan mendapat penyiksaan dari majikannya. Umar bin Khaththab ra., secara diam-diam sering keluar rumah, masuk kampung keluar kampung untuk mengetahui keadaan rakyatnya, dan selalu menolong rakyatnya yang kesusahan.

Gambaran aktivitas tolong menolong juga dapat dilihat dari peristiwa hijrah Rasulullah dari Makkah ke Madinah. Abu Bakar ash Shiddiq menemani perjalanan Rasulullah dari Makkah ke Madinah, yang perjalanannya tentunya tidaklah mudah dalam kondisi mempertaruhkan nyawanya. Ali bin Abi Thalib ra. bersedia mengorbankan jiwa dan raganya menggantikan untuk tidur di tempat tidur Rasul sehingga orang-orang kafir yang hendak membunuh Nabi menyangka Rasulullah masih tidur. Begitu juga ada Asma’ binti Abu Bakar ra. Yang mengirimkan bekal makanan dan mengikatnya dengan selendangnya. Belum lagi sahabat-sahabat lainnya, kaum muslimin sesuai dengan kemampuannya masing-masing terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam aktivitas tolong menolong di jalan Allah tersebut. Hal ini sebagaimana yang digambarkan Allah swt. dalam firman Nya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar” (Qs. At-Taubah : 71)

Sungguh betapa indahnya aktivitas tolong menolong di atas landasan aqidah Islam ketika Rasulullah beserta kaum muslimin hijrah ke Madinah, terjalin suasana yang penuh keakraban dan saling menolong antar kaum Anshar (penduduk Madinah) dengan kaum Muhajirin (kaum muslim yang datang dari Makkah). Semua itu tidak terwujud kecuali karena adanya kebangkitan berfikir mereka, kesadaran untuk memenuhi seruan Allah dan menggapai ridha Nya.

Maka Al Quran mengabadikan peristiwa yang luar bisa bersejarah ini dalam surat Al Hasr: 9
"Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada (orang Muhajirin), dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung."

Khatimah

Sebagai kaum muslimin sudah selayaknya kita menyambut seruan Allah untuk tidak merasa berat hati dalam aktivitas tolong menolong di jalan Allah, yaitu dalam kebaikan dan taqwa. Setiap upaya yang kita lakukan dalam perjuangan di jalan Allah tidak akan sia-sia. Yakinlah, Allah adalah sebaik-baik pembalas kebaikan. Tak perlu pamrih atau sekedar mengharap pujian manusia. Karena pertolongan bagi sesama adalah kebahagiaan dan pahala bagi  diri kita sendiri, insya’Allah. Karenanya semoga kita bisa mengoptimalkan kemampuan yang dikaruniakan Allah untuk saling berta’awun di jalan Allah. “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Qs. Al-Ashr: 1-3).

Wallahu’alam Bishawab.

No comments:

Post a Comment