Cara Penyembuhan Futur
Al-Hakim meriwayatkan dalam Mustadrak-nya dan Ath-Thabrani didalam Mu’jam-nya, dari Nabi SAW, sesungguhnya beliau bersabda: “Sesungguhnya iman itu dijadikan di dalam diri salah seorang di antara kamu sekalian sebagaimana pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia memperbarui iman di dalam hatimu”.
Maksudnya, iman dapat menjadi using di dalam hati sebagaimana pakaian bisa menjadi usang jika ia sudah lama dipakai. Kadangkala ada gumpalan-gumpalan mendung maksiat yang menyusup ke dalam hati orang mukmin sehingga hatinya menjadi gelap dan kelam. Inilah gambaran yang pernah disampaikan Rasulullah SAW kepada kita dalam sebuah hadits shahih: “Tidak ada di antara hati-hati itu satu hati pu kecuali ia memiliki awan seperti awan rembulan. Tatkala rembulan sedang bercahaya, lalu awan menutupinya, maka rembulan itu pun menjadi kelam. Tatkala awan itu menyingkir darinya, rembulan itu pun bercahaya kembali”.
Kadangkala ada awan yang menutupi cahaya bulan. Namun tak seberapa lama kemudian awan itu pun menyingkir, sehingga cahaya bulan kembali bersinar di langit. Begitu pula hati orang mukmin, yang kadang kala didelusupi awan yang kelam berupa kedurhakaan, sehingga sinarnya terhalang dan seseorang pun berada dalam kegelapan serta ketakutan. Jika dia berusaha untuk menambah bobot imannya dan memohon pertolongan kepada Allah, tentunya akan tersibak dan cahaya hatinya kembali berbinar seperti sebelumnya.
Diantara pengetahuan seorang hamba ialah jika imannya menjadi kuat dan tidak ada yang berkurang darinya. Diantara pengetahuan seorang hamba ialah jika dia mengetahui apakah iman itu bertambah ataukah berkurang? Diantara pengetahuan seorang muslim ialah jika dia mengetahui bisikan syetan, kapankah bisikan itu datang padanya.
Perlu dicatat bahwa jika iman berkurang mengakibatkan tindakan meninggalkan yang wajib dan mengerjakan yang haram, maka ini adalah suatu kelemahan yang berbahaya, pelakunya tercela dan dia harus segera bertaubat kepada Allah serta mengobati jiwanya. Jika kelemahan itu menjurus kepada tindakan meninggalkan yang wajib dan mengerjakan yang haram, lalu dia masih aktif mengerjakan hal-hal yang haram, lalu dia tidak aktif mengerjakan hal-hal yang sunah, maka dia harus mewasdai dirinya dan meluruskannya, sehingga dia benar-benar kembali kepada aktifitas dan kekuatan dalam beribadah. Inilah yang bisa kita ambil manfaat dari perkataan Nabi SAW: “Engkau mempunyai amal yang bersemangat, dan setiap semangat mempunyai kelemahan. Barangsiapa yang kelemahannya tertuju pada sunnahku maka ia telah beruntung. Dan siapa yang kelemahannya trtuju kepada selain itu, maka dia telah binasa” (HR. Ahmad).
Banyak orang yang merasakan kekerasan hatinya sibuk mencari cara penyembuhan eksternal, dengan cara ini mereka bermaksud bisa bersandar kepada motivasi manusia lain. Padahal mereka mampu untuk mencari cara penyembuhan sendiri. Hal ini termasuk sesuatu yang fundamental. Sebab iman merupakan hubungan antara hamba dan Rabb-nya.
Berikut ini beberapa sarana menurut ketentuan syariat, yang memungkinkan bagi sesorang muslim untuk dijadikan obat penyembuh bagi imannya yang melemah (futur) dan untuk menyingkirkan kekeasan hatinya, setelah dia bersandar kepada Allah dan menguatkan hatinya untuk berusaha.
1. Menyimak Al Qur’an
Menyimak kandungan Al Qur’an yang telah diluruskan Allah azza wa jalla sebagai penerang bagi sesuatu dan cahaya yang ditunjukkaan Allah kepada siapa pun yang dikehendaki dari hamba-hamba-Nya. Tidak dapat diragukan bahwa di dalam Al Qur’an terkandung cara penyembuhan yang agung dan obat yang mujarab, Allah berfirman: “Dan, Kami turunkan dari Al Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Al Isra’ : 282).
Adapun cara penyembuhan tersebut adalah dengan menyimak dan memikirkan ayat-ayat-Nya. Begitu pula yang dilakukan Rasulullah SAW. Beliau menyimak kitab Allah dan membacanya berulangkali, tatkala beliau sedang shalat malam. Sehingga pada suatu malam beliau pernah mengulang-ulang satu ayat saja dari kitab Allah tatkala beliau sedang shalat, dan beliau tidak pernah beralih dari ayat tersebut hingga pagi hari, yaitu firman Allah: “Jika engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika ENgkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al Maidah : 118).
Rasulullah SAW selalu menyimak Al-Qur’an, dan bahkan tindakan beliau ini dilakukan hingga taraf yang amat agung. Ibnu Hibban Jazid, dari Atha’, dia berkata, “Aku bersama ‘Ubaidilllah bin Umair pernah memasuki tempat Aisyah ra., lalu ‘Ubaidillah bin Amir berkata ”Beritahunlah kepada kami sesuatu paling mengagumkan yang engkau lihat dari Rasulullah SAW!” Lalu Aisyah ra. Menangis seraya berkata, “Pada suatu malam beliau pernah mendirikan shalat lalu berkata, “Pada suatu malam beliau pernah mendirikan shalat lalu berkata, ”Wahai Aisyah, biarkanlah aku beribadah kepada Rabb-ku”. Lalu Aisyah berkata lagi, “Kukatakan, Demi Allah, sesungguhnya aku menyukai taqarrub engkau dan aku juga menyukai apa yang membuat engkau suka”. Lalu Aisyah berkata, “Kemudian beliau bangun, bersuci, kemudian mendirikan shalat. Beliau tetap menangis dan menangis, hingga bumi pun ikut menangis, lalu Bilal datang menyuarakan adzan untuk shalat. Tatkala Bilal melihat beliau dalam keadaan menangis, dia berkata, “Apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur? Pada malam ini telah turun kepadaku beberapa ayat kecelakaan bagi orang yang membacanya, sedang dia tidak mau memikirkan isinya“ Lalu beliau membaca ayat, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi” (QS. Ali Imran : 190-191).
Hal ini menunjukkan kewajiban menyimak dan memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam Al Qur’an terkandung tauhid, janji, ancaman, hukum-hukum, pengabaran, kisah, adab dan akhlak serta pengaruhny di dalam jiwa, begitu pula berbagai surat yang bisa menyentuh jiwa. Hal ini ditunjukkan oleh perkataan Nabi SAW: “Yusuf dan saudara-saudaranya membuat rambutku beruban sebelum masa beruban”. Dalam riwayat lain disebutkan, “Surat Hud, Al Waqi’ah, Al-Mursalat, ‘Amma Yatasa’alun dan Idzasy-syamsu Kuwwirat” (HR. Ath-Thirmidzi).
Rambut Rasulullah beruban karena memikirkan kandungan Al-Qur’an yang berisi hakikat-hakikat iman dan kewajiban agung yang memenuhi bilik-bilik hati beliau, sehingga pengaruhnya bisa terlihat di rambut dan tubuh beliau.
2. Merasakan keagungan Allah
Mengetahui asma dan sifat-sifat-Nya, memikirkan makna-makna-Nya, menguatkan perasaan ini di dalam hati hingga bisa mengimbas ke anggota tubuh, agar bisa mengimbas ke anggota tubuh, agar bisa mengejawantahkannya dengan cara mengamalkan apa yang telah diserap oleh hati, karena hatilah yang menjadi pemandu dan penuntun setiap anggota tubuh yang dianggap sebagai pengikut hati. Jadi, jika hati itu baik, maka pengikutnya pun baik, sebaliknya jika ia rusak, maka pengikutnya pun akan rusak.
Banyak nash dari Al-Qur’an dan sunnah yang mengungkap tentang keagungan Allah. Jika seorang muslim mau memperhatikan nash-nash tersebut, tentu hatinya akan bergetar dan jiwanya tunduk kepada dzat yang Maha Tinggi dan Maha Agung, anggota-anggota tubuhnya patuh kepada Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui, serta kekhususannya semakin bertambah kepada Rabb. Diantara asama dan sifat-sifat Allah ialah Al-Adzim, Al-Muhaimin, Al-Jabbar, Al-Mutakkabir, Al-Qowiyyun, Al-Qohhar, Al-Kabbir, Al Mutha’ali, Dia yang Maha Hidup dan tidak mati, sedangkan jin dan manusia akan mati, Dia Maha Perkasa di atas hamba-hamba-Nya, petir pun bertasbih dengan memuji-Nya, begitu pula malaikat di tempat tinggalnya. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu. Dia mengetahui yang tampak oleh mata dan yang tersembunyi di dalam dada. Dia mensifati keluasan ilmu-Nya dengan berfirman: “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata” (QS. Al An’am : 59).
1. Menyimak Al Qur’an
Menyimak kandungan Al Qur’an yang telah diluruskan Allah azza wa jalla sebagai penerang bagi sesuatu dan cahaya yang ditunjukkaan Allah kepada siapa pun yang dikehendaki dari hamba-hamba-Nya. Tidak dapat diragukan bahwa di dalam Al Qur’an terkandung cara penyembuhan yang agung dan obat yang mujarab, Allah berfirman: “Dan, Kami turunkan dari Al Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Al Isra’ : 282).
Adapun cara penyembuhan tersebut adalah dengan menyimak dan memikirkan ayat-ayat-Nya. Begitu pula yang dilakukan Rasulullah SAW. Beliau menyimak kitab Allah dan membacanya berulangkali, tatkala beliau sedang shalat malam. Sehingga pada suatu malam beliau pernah mengulang-ulang satu ayat saja dari kitab Allah tatkala beliau sedang shalat, dan beliau tidak pernah beralih dari ayat tersebut hingga pagi hari, yaitu firman Allah: “Jika engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika ENgkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al Maidah : 118).
Rasulullah SAW selalu menyimak Al-Qur’an, dan bahkan tindakan beliau ini dilakukan hingga taraf yang amat agung. Ibnu Hibban Jazid, dari Atha’, dia berkata, “Aku bersama ‘Ubaidilllah bin Umair pernah memasuki tempat Aisyah ra., lalu ‘Ubaidillah bin Amir berkata ”Beritahunlah kepada kami sesuatu paling mengagumkan yang engkau lihat dari Rasulullah SAW!” Lalu Aisyah ra. Menangis seraya berkata, “Pada suatu malam beliau pernah mendirikan shalat lalu berkata, “Pada suatu malam beliau pernah mendirikan shalat lalu berkata, ”Wahai Aisyah, biarkanlah aku beribadah kepada Rabb-ku”. Lalu Aisyah berkata lagi, “Kukatakan, Demi Allah, sesungguhnya aku menyukai taqarrub engkau dan aku juga menyukai apa yang membuat engkau suka”. Lalu Aisyah berkata, “Kemudian beliau bangun, bersuci, kemudian mendirikan shalat. Beliau tetap menangis dan menangis, hingga bumi pun ikut menangis, lalu Bilal datang menyuarakan adzan untuk shalat. Tatkala Bilal melihat beliau dalam keadaan menangis, dia berkata, “Apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur? Pada malam ini telah turun kepadaku beberapa ayat kecelakaan bagi orang yang membacanya, sedang dia tidak mau memikirkan isinya“ Lalu beliau membaca ayat, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi” (QS. Ali Imran : 190-191).
Hal ini menunjukkan kewajiban menyimak dan memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam Al Qur’an terkandung tauhid, janji, ancaman, hukum-hukum, pengabaran, kisah, adab dan akhlak serta pengaruhny di dalam jiwa, begitu pula berbagai surat yang bisa menyentuh jiwa. Hal ini ditunjukkan oleh perkataan Nabi SAW: “Yusuf dan saudara-saudaranya membuat rambutku beruban sebelum masa beruban”. Dalam riwayat lain disebutkan, “Surat Hud, Al Waqi’ah, Al-Mursalat, ‘Amma Yatasa’alun dan Idzasy-syamsu Kuwwirat” (HR. Ath-Thirmidzi).
Rambut Rasulullah beruban karena memikirkan kandungan Al-Qur’an yang berisi hakikat-hakikat iman dan kewajiban agung yang memenuhi bilik-bilik hati beliau, sehingga pengaruhnya bisa terlihat di rambut dan tubuh beliau.
2. Merasakan keagungan Allah
Mengetahui asma dan sifat-sifat-Nya, memikirkan makna-makna-Nya, menguatkan perasaan ini di dalam hati hingga bisa mengimbas ke anggota tubuh, agar bisa mengimbas ke anggota tubuh, agar bisa mengejawantahkannya dengan cara mengamalkan apa yang telah diserap oleh hati, karena hatilah yang menjadi pemandu dan penuntun setiap anggota tubuh yang dianggap sebagai pengikut hati. Jadi, jika hati itu baik, maka pengikutnya pun baik, sebaliknya jika ia rusak, maka pengikutnya pun akan rusak.
Banyak nash dari Al-Qur’an dan sunnah yang mengungkap tentang keagungan Allah. Jika seorang muslim mau memperhatikan nash-nash tersebut, tentu hatinya akan bergetar dan jiwanya tunduk kepada dzat yang Maha Tinggi dan Maha Agung, anggota-anggota tubuhnya patuh kepada Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui, serta kekhususannya semakin bertambah kepada Rabb. Diantara asama dan sifat-sifat Allah ialah Al-Adzim, Al-Muhaimin, Al-Jabbar, Al-Mutakkabir, Al-Qowiyyun, Al-Qohhar, Al-Kabbir, Al Mutha’ali, Dia yang Maha Hidup dan tidak mati, sedangkan jin dan manusia akan mati, Dia Maha Perkasa di atas hamba-hamba-Nya, petir pun bertasbih dengan memuji-Nya, begitu pula malaikat di tempat tinggalnya. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu. Dia mengetahui yang tampak oleh mata dan yang tersembunyi di dalam dada. Dia mensifati keluasan ilmu-Nya dengan berfirman: “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata” (QS. Al An’am : 59).
Di antara keagungan Allah sebagimana yang Dia beritahukan ialah firman-Nya: “Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya” (QS. Az Zumar : 67).
Allah mengatur urusan semua hamba, memerintah, melarang, mencipta, melimpahkan rezeki, mematikan, menghidupkan, memuliakan, menghinakan, membalikkan malam dan siang, mempergantikan hari demi hari diantara manusia, urusan dan kekuasaan-Nya berlaku di langit dan di bumi serta diantara keduanya. Dia mengampunidosa, menyibakkan duka, menyingkirkan bencana, mengobati hati yang terkoyak, mencukupi orang yang fakir, menunjukki orang yang sesat, menuntun orang yang kebingungan, membuat kenyang orang yang kelaparan, menerima taubat orang yang meminta ampun, memberi rasa aman jiwa yang terguncang, meninggalkan berbagai kaum dan merendahkan yang lain.
3. Mencari Ilmu Syar’i
Maksudnya ialah ilmu yang bisa menghasilkan rasa takut kepada Allah dan menambah bobot iman sebagaimana yang difirmankan Allah: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya ialah orang-orang yang berilmu” (QS. Fathir:28). Orang yang mengetahui tidak bisa disamakan dengan orang yang tidak mengetahui dalam hal keimanan, karena bagaimana mungkin orang yang mengetahui syari’at makna syahadatain dan keharusannya disamakan dengan orang yang tidak mengetahuinya? Bagaimana munkin orang yang mengetahui apa yang terjadi sesudah mati, kehidupan kubur, ketakutan di padang masyar, nikmat surge, adzab neraka, hikmah syari’at, masalah halal dan haram, sirah nabi, dan ilmu-ilmu lain, dipersamakan dengan orang yang tidak mengetahui semua itu hanya sekedar melakukan taqlid? Firman Allah: “Katakanlah: adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS. Az Zumar : 9).
4. Mengikuti Majelis Dzikir
Hal ini bisa menambah bobot iman karena beberapa sebab yang bisa dihasilkannya, seperti dzikrullah, datangnya rahmat, turunya ketentraman hati para malaikat yang datang mengelilingi orang-orang yang berdzikir, kebanggaan para malaikat terhadap diri mereka, datangnya ampunan Allah bagi dosa-dosa mereka, sebagaimana yang disebutkab dalam berbagai hadits shahih, diantaranya sabda Rasulullah SAW: “Tidakkah segolongan orang duduk seraya menyebut Allah meainkan para malaikat mengelilingi mereka, rahmat meliputi mereka, ketentraman hati turun kepada mereka dan Allah menyebut mereka termasuk dalam golongan yang berada di sisi-Nya” (HR. Muslim). Dari Sahi bin Al-Hanzholiyyah ra. Dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: “Tidakkah segolongan orang berkumpul untuk berdzikir lalu mereka berpencar dari perkumpulan itu melainkan dikatakan pada mereka: “Berdirilah kamu sekalian dalam keadaan diampuni dosa bagimu”. Ibnu Hajar ra berkata, “Istilah dzikrullah dimaksud sebagai kontinyuitas melaksanakan hal-hal yang diwajibkan ataupun yang disunatkan seperti membaca Al-Qur’an, membaca Hadits dan mengkaji ilmu pengetahuan.
5. Memperbanyak Amal Shalih
Memperbanyak amal shalih merupakan cara yang paling agung dan sekaligus merupakan perkara yang besar. Pengaruhnya untuk memperkuat iman sangat jelas. Abu Bakar As-Shiddiq telah memberikan perumpamaan yang agung dalam masalah ini, tatkala Rasulullah SAW bertanya kepada shahabatnya, “Siapakah diantara kamu yang berpuasa pada hari ini?”Abu Bakar menjawab, “Saya”. Beliau bertanya lagi, “ Lalu siapa diantara kamu yang menjenguk orang sakit pada hari ini? “. Abu Bakar menjawab, “Saya”. Lalu Rasulullah SAW berkata, “Tidakkah amal-amal ini menyatu dalam diri seseorang melainkan dia akan masuk surga” (HR. Muslim).
3. Mencari Ilmu Syar’i
Maksudnya ialah ilmu yang bisa menghasilkan rasa takut kepada Allah dan menambah bobot iman sebagaimana yang difirmankan Allah: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya ialah orang-orang yang berilmu” (QS. Fathir:28). Orang yang mengetahui tidak bisa disamakan dengan orang yang tidak mengetahui dalam hal keimanan, karena bagaimana mungkin orang yang mengetahui syari’at makna syahadatain dan keharusannya disamakan dengan orang yang tidak mengetahuinya? Bagaimana munkin orang yang mengetahui apa yang terjadi sesudah mati, kehidupan kubur, ketakutan di padang masyar, nikmat surge, adzab neraka, hikmah syari’at, masalah halal dan haram, sirah nabi, dan ilmu-ilmu lain, dipersamakan dengan orang yang tidak mengetahui semua itu hanya sekedar melakukan taqlid? Firman Allah: “Katakanlah: adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS. Az Zumar : 9).
4. Mengikuti Majelis Dzikir
Hal ini bisa menambah bobot iman karena beberapa sebab yang bisa dihasilkannya, seperti dzikrullah, datangnya rahmat, turunya ketentraman hati para malaikat yang datang mengelilingi orang-orang yang berdzikir, kebanggaan para malaikat terhadap diri mereka, datangnya ampunan Allah bagi dosa-dosa mereka, sebagaimana yang disebutkab dalam berbagai hadits shahih, diantaranya sabda Rasulullah SAW: “Tidakkah segolongan orang duduk seraya menyebut Allah meainkan para malaikat mengelilingi mereka, rahmat meliputi mereka, ketentraman hati turun kepada mereka dan Allah menyebut mereka termasuk dalam golongan yang berada di sisi-Nya” (HR. Muslim). Dari Sahi bin Al-Hanzholiyyah ra. Dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: “Tidakkah segolongan orang berkumpul untuk berdzikir lalu mereka berpencar dari perkumpulan itu melainkan dikatakan pada mereka: “Berdirilah kamu sekalian dalam keadaan diampuni dosa bagimu”. Ibnu Hajar ra berkata, “Istilah dzikrullah dimaksud sebagai kontinyuitas melaksanakan hal-hal yang diwajibkan ataupun yang disunatkan seperti membaca Al-Qur’an, membaca Hadits dan mengkaji ilmu pengetahuan.
5. Memperbanyak Amal Shalih
Memperbanyak amal shalih merupakan cara yang paling agung dan sekaligus merupakan perkara yang besar. Pengaruhnya untuk memperkuat iman sangat jelas. Abu Bakar As-Shiddiq telah memberikan perumpamaan yang agung dalam masalah ini, tatkala Rasulullah SAW bertanya kepada shahabatnya, “Siapakah diantara kamu yang berpuasa pada hari ini?”Abu Bakar menjawab, “Saya”. Beliau bertanya lagi, “ Lalu siapa diantara kamu yang menjenguk orang sakit pada hari ini? “. Abu Bakar menjawab, “Saya”. Lalu Rasulullah SAW berkata, “Tidakkah amal-amal ini menyatu dalam diri seseorang melainkan dia akan masuk surga” (HR. Muslim).
Kisah ini menunjukkan bahwa Abu Bakar As-Shiddiq ra. Sangat antusias untuk mempergunakan setiap kesempatan, memperbanyak jenis-jenis ibadah. Maka tatkala ada pertanyaan dari Nabi SAW, langsung dia menjawab pertanyaan tersebut. Ini menunjukkan bahwa hari-hari yang dilalui Abu Bakar dipenuhi amal tha’at.
6. Melakukan Berbagai Macam Ibadah
Diantara rahmat Allah dan hikmah-Nya ialah membuat berbagai acam ibadah atas diri kita, diantaranya ada yang merupakan ibadah fisik seperti shalat, materi seperti zakat, ada yang merupakan kombinasi keduanya seperti haji. Orang yang mengikuti berbagai ibadah, tentu akan mendapatkan keragaman dalam bilangan, waktu pelaksanaan, sifat dan hukumnya. Ia tidak akan bosan dan terpanggil untuk melakukan yang baru Allah telah menjadikan pintu-pintu surge menurut jenis ibadah, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadits Abu Hiraira ra, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang menafkahi dua istri di jalan Allah, maka dia akan dipanggil dari pintu-pintu surga: ‘Wahai hamba Allah, ini adalah baik’, lalu barangsiapa yang menjadikan orang yang banyak mendirikan shalat, maka dia dipanggil dari pintu shalat. Barangsiapa menjadi orang yang banyak berjihad, maka dia dipanggil dari pintu jihad. Barangsiapa yang banyak melakukan puasa, maka dia dipanggil dari pintu Ar-Rayan. Barangsiapa banyak mengeluarkan shadaqah, maka dia dipanggil dari pintu shadaqah” (HR. Bukhari). Maksud dari hadits ini ialah kaitannya dengan orang yang banyak melakukan nafillah dalam setiap ibadah. Sedangkan yang wajib maka harus dilakukan oleh setiap orang.
7. Takut Su’ul Khatimah Saat Meninggal
Rasa takut seperti ini dapat mendorong seorang muslim untuk senantiasa memperbarui imannya.
8. Banyak Mengingat Mati
Rasulullah SAW pernah bersabda: “Banyak-banyaklah mengingat penebas kelezatan-kelezatan, yakni kematian” (HR. Ath-Thirmidzi). Mengingat mati bisa mendorong seseorang untuk menghindari berbagai kedurhakaan dan hatinya yang keras pun bisa menjadi lunak. Orang yang banyak mengingat mati, dia mendapatkan tiga jenis kemuliaan, yaitu penyegaran taubatm kepuasan hati dna kerajinan ibadah.
9. Dzikrullah
Dzikrullah merupakan cara yang paling esensial untuk menyembuhkan lemah iman. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman (dengan menyebut Allah) dzikir yang sebanyak-banyaknya” (QS. Al Ahzab : 41). “Dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung” (QS. Al Anfal : 4). Maka orang yang hendak mengobati imannya yang melemah, dia harus banyak dzikrullah, sebagaimanana yang difirmankan Allah: “Dan, ingatlah Rabbmu jika kamu lupa” (QS. Al Kahfi : 24). Allah juga berfirman seraya menjelaskan pengaruh dzikir terhadap hati. “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tentram” (Ar Ra’d : 28).
10. Memikirkan Kehinaan Dunia
Seseorang harus berfikir seperti ini, sehingga ketergantungan kepada dunia bisa lenyap dari hatinya. Allah berfirman: “Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (QS. Al Imran : 185).
11. Mengagungkan Hal-Hal Yang Terhormat di Sisi Allah
Dalam kaitannya dengan cara untuk memperbarui iman di hati ini, Allah telah berfirman, “Barangsiapa mengggunakan syiar-syiar Allah, maka sesunggunya itu dari ketaqwaan hati” (QS. Al Haj: 32). “Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhorma di sisi Allah, maka itu adlaha lebih baik baginya di sisi Rabb-Nya” (QS. Al Haj : 30).
12. Al-Wala’ wal-Bara’
Al Wala’ wal Bara’ artinya saling tolong menolong dan loyal kepada sesame mukin dan memusuhi orang-orang kafir, karena jika hati seseorang bergantung kepada musuh-musuh Allah, tentu ia akan sangat lemah dan makna aqidah di dalamnya akan mencair. Namun, jika al-wala’ dimurnikan hanya kepada Allah, loyal terhadpa hamba-hamba Allah yang mukmin, membantu mereka dan memerangi musuh-musuh Allah serta membenci mereka, tentu hal ini akan menghidupkan iman di dalam hati.
13. Tawadhu
Tawadhu’ mempunyai peranan yang praktis untuk memperbarui iman dan membersihkan hati dari kerak-kerak kesombongan, sebab tawadhu’ dalam ucapan, perbuatan dan penampilan menunjukkan kepada tawadhu’ hatinya karena Allah SWT. Nabi SAW telah bersabda: “Merendahkan diri itu termasuk bagian dari iman” (HR. Ibnu Majah).
14. Menghisab Diri
Hal ini efektif untuk memperbarui iman di dalam hati. Allah telah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan hendaknya setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)” (QS. Al Hashr : 18). Umar bin Khathab ra, “Hisablah dirimu sekalian sebelum kamu dihisab”. Setiap muslim harus meneliti, memperhatikan, dan menghisab keadaan dirinya, apa yang telah diperbuatnya sebagai bekal untuk menghadapi hari akhirat.
15. Do’a
Berdo’a kepada Allah merupakan sebab yang paling kuat yang bisa dilakukan seorang hamba, sebagaimana yang dikatakan Nabi SAW, “Iman itu dijadikan dalam diri salah seorang diantara kamu sebagaimana pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia memperbarui iman di dalam hatimu”.
6. Melakukan Berbagai Macam Ibadah
Diantara rahmat Allah dan hikmah-Nya ialah membuat berbagai acam ibadah atas diri kita, diantaranya ada yang merupakan ibadah fisik seperti shalat, materi seperti zakat, ada yang merupakan kombinasi keduanya seperti haji. Orang yang mengikuti berbagai ibadah, tentu akan mendapatkan keragaman dalam bilangan, waktu pelaksanaan, sifat dan hukumnya. Ia tidak akan bosan dan terpanggil untuk melakukan yang baru Allah telah menjadikan pintu-pintu surge menurut jenis ibadah, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadits Abu Hiraira ra, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang menafkahi dua istri di jalan Allah, maka dia akan dipanggil dari pintu-pintu surga: ‘Wahai hamba Allah, ini adalah baik’, lalu barangsiapa yang menjadikan orang yang banyak mendirikan shalat, maka dia dipanggil dari pintu shalat. Barangsiapa menjadi orang yang banyak berjihad, maka dia dipanggil dari pintu jihad. Barangsiapa yang banyak melakukan puasa, maka dia dipanggil dari pintu Ar-Rayan. Barangsiapa banyak mengeluarkan shadaqah, maka dia dipanggil dari pintu shadaqah” (HR. Bukhari). Maksud dari hadits ini ialah kaitannya dengan orang yang banyak melakukan nafillah dalam setiap ibadah. Sedangkan yang wajib maka harus dilakukan oleh setiap orang.
7. Takut Su’ul Khatimah Saat Meninggal
Rasa takut seperti ini dapat mendorong seorang muslim untuk senantiasa memperbarui imannya.
8. Banyak Mengingat Mati
Rasulullah SAW pernah bersabda: “Banyak-banyaklah mengingat penebas kelezatan-kelezatan, yakni kematian” (HR. Ath-Thirmidzi). Mengingat mati bisa mendorong seseorang untuk menghindari berbagai kedurhakaan dan hatinya yang keras pun bisa menjadi lunak. Orang yang banyak mengingat mati, dia mendapatkan tiga jenis kemuliaan, yaitu penyegaran taubatm kepuasan hati dna kerajinan ibadah.
9. Dzikrullah
Dzikrullah merupakan cara yang paling esensial untuk menyembuhkan lemah iman. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman (dengan menyebut Allah) dzikir yang sebanyak-banyaknya” (QS. Al Ahzab : 41). “Dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung” (QS. Al Anfal : 4). Maka orang yang hendak mengobati imannya yang melemah, dia harus banyak dzikrullah, sebagaimanana yang difirmankan Allah: “Dan, ingatlah Rabbmu jika kamu lupa” (QS. Al Kahfi : 24). Allah juga berfirman seraya menjelaskan pengaruh dzikir terhadap hati. “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tentram” (Ar Ra’d : 28).
10. Memikirkan Kehinaan Dunia
Seseorang harus berfikir seperti ini, sehingga ketergantungan kepada dunia bisa lenyap dari hatinya. Allah berfirman: “Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (QS. Al Imran : 185).
11. Mengagungkan Hal-Hal Yang Terhormat di Sisi Allah
Dalam kaitannya dengan cara untuk memperbarui iman di hati ini, Allah telah berfirman, “Barangsiapa mengggunakan syiar-syiar Allah, maka sesunggunya itu dari ketaqwaan hati” (QS. Al Haj: 32). “Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhorma di sisi Allah, maka itu adlaha lebih baik baginya di sisi Rabb-Nya” (QS. Al Haj : 30).
12. Al-Wala’ wal-Bara’
Al Wala’ wal Bara’ artinya saling tolong menolong dan loyal kepada sesame mukin dan memusuhi orang-orang kafir, karena jika hati seseorang bergantung kepada musuh-musuh Allah, tentu ia akan sangat lemah dan makna aqidah di dalamnya akan mencair. Namun, jika al-wala’ dimurnikan hanya kepada Allah, loyal terhadpa hamba-hamba Allah yang mukmin, membantu mereka dan memerangi musuh-musuh Allah serta membenci mereka, tentu hal ini akan menghidupkan iman di dalam hati.
13. Tawadhu
Tawadhu’ mempunyai peranan yang praktis untuk memperbarui iman dan membersihkan hati dari kerak-kerak kesombongan, sebab tawadhu’ dalam ucapan, perbuatan dan penampilan menunjukkan kepada tawadhu’ hatinya karena Allah SWT. Nabi SAW telah bersabda: “Merendahkan diri itu termasuk bagian dari iman” (HR. Ibnu Majah).
14. Menghisab Diri
Hal ini efektif untuk memperbarui iman di dalam hati. Allah telah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan hendaknya setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)” (QS. Al Hashr : 18). Umar bin Khathab ra, “Hisablah dirimu sekalian sebelum kamu dihisab”. Setiap muslim harus meneliti, memperhatikan, dan menghisab keadaan dirinya, apa yang telah diperbuatnya sebagai bekal untuk menghadapi hari akhirat.
15. Do’a
Berdo’a kepada Allah merupakan sebab yang paling kuat yang bisa dilakukan seorang hamba, sebagaimana yang dikatakan Nabi SAW, “Iman itu dijadikan dalam diri salah seorang diantara kamu sebagaimana pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia memperbarui iman di dalam hatimu”.
Ya Allah, kami memohon dengan asma dan sifat-Mu yang tinggi agar Engkau berkenan memperbarui iman di dalam hati kami. Ya Allah, jadikanlah iman sebagai kesenangan kami dan hiasan di hati kami serta jadikanlah kami membenci keufuran dan kedurhakaan, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk. Amiin…
Wallahu’alam bishshowab.
Wallahu’alam bishshowab.
terima kasih atas nasihatnya
ReplyDeletesama-sama mb, semoga bermanfaat
ReplyDelete